digilib@itb.ac.id +62 812 2508 8800

Emas adalah salah satu logam berharga karena ketersediaannya terbatas dan memiliki sifat-sifat spesial. Emas di alam dapat ditemukan sebagai mineral atau pengotor yang terkandung dalam sulfida. Emas yang ditemukan saat ini umumnya berada pada bijih kompleks di mana kandungan emas lebih sedikit dan sebagai inklusi berukuran halus. Pengolahan bijih kompleks memerlukan penggerusan ke ukuran yang sangat halus agar partikel emas dapat terbebas secara fisik dari partikel lainnya sehingga kemudian dapat diekstraksi. Ukuran partikel halus akan efektif diolah dengan metode basah sehingga tailing yang dihasilkan berupa slurry. Kondisi tailing tersebut kurang aman dan memiliki risiko kemungkinan terjadinya segregasi partikel sehingga tailing storage facilities (TSF) menjadi tidak stabil. Partikel berukuran halus stabil dalam keadaan tersuspensi sehingga memerlukan waktu yang sangat lama untuk dapat terpisah dari air secara alami. Proses dewatering dapat mempersingkat waktu pemisahan sehingga menurunkan risiko yang mungkin timbul dan dapat meningkatkan stabilitas dari. Peningkatan kesadaran sosial dan juga keketatan peraturan pemerintah menjadikan perencanaan pengelolaan tailing semakin penting. Oleh karena itu, penelitian ini yang mendalami dan membahas mengenai proses dewatering dari slurry tailing dengan berbagai jenis flokulan menjadi penting juga untuk dilakukan agar dapat menjadi suatu referensi dalam tahapan perencanaan pengelolaan tailing. Serangkaian percobaan telah dilakukan untuk mempelajari proses dewatering pada slurry tailing pengolahan emas dari PT. Agincourt Resources dengan menggunakan berbagai flokulan sebagai reagen yang diperoleh dari PT. SNF Florindo. Sampel dipreparasi untuk karakterisasi dan pengujian yang dilakukan. Seleksi flokulan dilakukan untuk memperoleh flokulan yang dapat memberikan performa flokulasi terbaik dari flokulan jenis conventional flocculant, terpolymer flocculant maupun acrylamide tertiary-butyl sulfonic acid flocculant. Seluruh flokulan terpilih kemudian digunakan pada semua pengujian yang dilakukan yang terdiri atas pouring test, drainage test, slump test dan settling test. Pouring test dilakukan untuk mempelajari flokulasi sedangkan drainage test dan slump test mempelajari aplikasi flokulasi pada proses filtrasi dan settling test mempelajari aplikasi flokulasi pada proses sedimentasi dari slurry tailing. Seleksi flokulan memberikan flokulan yang mampu membentuk floc berukuran besar dengan menggunakan dosis rendah untuk kondisi 50% padatan yaitu Dryfloc 34 E dari jenis conventional flocculant pada 220 gram/ton, Dryfloc 5220 E dari jenis terpolymer flocculant pada 140 gram/ton dan Dryfloc SU 25 E dari jenis acrylamide tertiary-butyl sulfonic acid flocculant pada 120 gram/ton. Proses flokulasi paling baik didapatkan dengan menggunakan Dryfloc SU 25 E pada kondisi persen padatan dari sampel slurry tailing sebesar 40% serta dosis dari flokulan sebanyak 120 gram/ton. Penggunaan Dryfloc 34 E dengan dosis 240 gram/ton pada kondisi persen padatan dari sampel slurry tailing sebesar 50% memberikan proses filtrasi paling cepat. Sedangkan proses sedimentasi paling singkat tercapai saat menambahkan Dryfloc dengan dosis sebanyak 160 gram/ton 5220 E pada kondisi persen padatan dari sampel slurry tailing sebesar 20%. Dosis flokulan lebih tinggi dapat memberikan hasil dewatering yang lebih baik karena terdapat lebih banyak lokasi untuk berikatan dan muatan untuk destabilisasi, tetapi dosis berlebihan dapat menyebabkan terjadinya restabilisasi partikel padatan dalam suspensi. Peningkatan persen padatan slurry tailing dapat menghasilkan proses dewatering yang lebih baik karena interaksi flokulan lebih mudah terjadi, tetapi persen padatan yang terlalu tinggi dapat memberikan hasil yang berlawanan akibat pergeseran mekanisme pengendapan menjadi mengikuti mekanisme hindered settling.