digilib@itb.ac.id +62 812 2508 8800

Indonesia memiliki Indonesia Tsunami Early Warning System (InaTEWS) sebagai suatu sistem peringatan dini gempa bumi dan tsunami untuk mengurangi risiko bahaya gempa bumi dan tsunami di wilayah Indonesia. InaTEWS dirancang menggunakan data multi-sensor (seismometer, akselerometer, dan GNSS), namun dalam beberapa tahun terakhir hanya menggunakan data seismometer untuk mendeteksi dan mengkarakterisasi parameter gempa bumi. Seismometer mengalami tantangan dalam mengkarakterisasi gempa bumi besar dengan jarak yang dekat. Selaras dengan seismometer, akselerometer juga tidak bisa membedakan translasi dan rotasi sehingga menyebabkan ketidakakuratan dalam memperkirakan guncangan tanah pada saat gempa bumi besar. Berkebalikan dengan seismometer dan akselerometer, GNSS dapat memberikan estimasi slip yang akurat pada saat gempa bumi besar terjadi. Estimasi geodetik slip dari pengamatan GNSS memberikan estimasi magnitudo gempa bumi yang lebih akurat untuk magnitudo yang besar, sedangkan InaTEWS yang dikembangkan di Indonesia belum mengakomodir GNSS sebagai salah satu parameter dalam penentuan magnitudo gempa bumi. Metode seismogeodesi digunakan untuk menggabungkan kelebihan dan mereduksi kekurangan dari sensor akselerometer dan GNSS. Meskipun tidak memenuhi standar maksimal jarak 4 km antar stasiun, stasiun GNSS CORS dan akselerometer dalam penelitian ini mampu untuk menghasilkan peringatan dini gempa bumi yang lebih cepat daripada dengan sistem konvensional seismik. Perbandingan nilai magnitudo gempa bumi hasil estimasi dengan rilis magnitudo gempa bumi final dari BMKG menunjukkan nilai RMSE sebesar 0,01 (Gempa Cianjur Mw5,6), 0,29 (Gempa Palu Mw7,4), dan 0,77 (Gempa Tehoru Mw6,0).