digilib@itb.ac.id +62 812 2508 8800

ABSTRAK Frisgian Dewantara
Terbatas  Perpustakaan Prodi Arsitektur
» Gedung UPT Perpustakaan

Krisis air bersih mulai dirasakan di beberapa kota di Indonesia. Hal ini disebabkan oleh beberapa hal, adanya kemungkinan kerusakan di sumber mata air yang membuat kekurangan air, namun juga ada yang disebabkan oleh akses aliran sungai yang telah tercemar akibat dari aktivitas industri dan rumah tangga yang membuat air sungai tak layak konsumsi. Terjadinya penurunan kualitas dan kuantitas air bersih tidak lepas dari aktivitas manusia, sedangkan manusia sendiri masuk ke dalam ekosistem bumi yang turut andil dalam keberlanjutan ekosistem. Apabila manusia merusak ekosistem tersebut, maka manusia sesungguhnya telah merusak diri mereka sendiri karena manusia merupakan elemen atau bagian dari ekosistem sendiri. Begitu juga sebaliknya, saat manusia berusaha melakukan perbaikan lingkungan, manusia sendiri yang akan menerima dampak baiknya. Dari hipotesis tersebut, maka perlu adanya pengaplikasian teknologi pengelolaan air yang bisa dikelola secara mandiri oleh masyarakat sekitar dengan diawasi oleh instansi terkait. Sebagai kasus, akses air sungai di Kabupaten Cirebon, sesuai laporan dari Kepala Bidang Pengendalian dan Pemulihan Dampak Lingkungan Dinas Lingkungan Hidup (DLH) Kabupaten Cirebon, berada di kategori baku mutu air kelas empat yang tertera dalam Kepmen-LH No. 51 Tahun 2004, sedangkan mutu air yang layak untuk dikonsumsi berada di baku mutu air kelas satu. Oleh karena itu, dengan menyediakan fasilitas pengelolaan air bersih yang berbasis edukasi selain dapat membantu mengedukasi masyarakat tentang pentingnya menjaga air, juga dapat membantu pemerintah dalam upaya pengelolaan air bersih. Dalam hal ini, perlu dilakukan studi kasus untuk menyempitkan situasi sehingga perancangan bisa berjalan lebih fokus. Oleh karena itu dipilihlah kawasan sekitar ITB kampus Arjawinangun, Cirebon dengan frekuensi aktivitas masyarakat yang cukup tinggi dan pihak ITB Cirebon dapat bertindak sebagai pengendali dan pembimbing sistem pengelolaan air berbasis masyarakat ini agar kegiatan ini dapat berjalan lancar. Selain itu, teknologi pengolah air yaitu, ultrafiltration reverse osmosis juga telah dikembangkan di ITB. Sebagaimana mestinya, teknologi tersebut dapat digunakan untuk membantu permasalahan yang ada di lingkungan masyarakat. Di sekitar ITB Cirebon, banyak ditemukan pesantren, hal ini bisa menjadi potensi karena pesantren memiliki ratusan santri dan santriwati dengan kebutuhan air yang banyak. Partisipasi ini juga akan menguntungkan pesantren itu sendiri karena bisa mencukupi kebutuhan sanitasi dan air bersih secara mandiri dan dapat berdampak juga bagi wilayah sekitarnya. Di sini, perancangan tidak berangkat dari nol, melainkan melakukan redesain kawasan pesantren dengan memasukkan social lab pengelolaan air bersih di dalamnya dengan memperhatikan perilaku penghuni dan sistem kerja dari teknologi pengelolaan air bersih. Harapannya, dengan perancangan ini, pesantren sebagai bentuk water social lab ini dapat tercukupi kebutuhan air bersihnya, dan tidak terbatas di situ, tetapi juga dapat memenuhi kebutuhan air bersih di sekitar kawasan sekitar pesantren dan dapat membantu kinerja Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (PUPR) RI dalam memfasilitasi kebutuhan air masyarakat.