Tempe merupakan makanan khas Indonesia yang digemari oleh seluruh lapisan masyarakat,
baik di daerah perkotaan maupun pedesaan. Kebanyakan tempe yang dijual berbentuk tempe
mentah yang memiliki daya simpan selama dua hari pada suhu kamar. Susu tempe dan
tepung tempe merupakan salah satu alternatif pengolahan tempe. Tujuan dari penelitian ini
adalah mengetahui pengaruh suhu pembuatan susu dan tepung terhadap protein terlarut pada
susu tempe, selanjutnya kandungan gizinya yang meliputi lemak, karbohidrat, serat kasar,
isoflavon dan citarasa. Kadar protein ditentukan dengan metode Kjeldahl, kadar karbohidrat
dengan Luff Schoorl, dan kadar isoflavon dengan HPLC, sementara itu serat kasar
ditentukan dengan gravimetri sedangkan cita rasa dilakukan dengan uji organoleptik. Untuk
mengetahui kesetabilan protein dilakukan dengan metode Bradford. Protein tempe diekstrak
pada suhu antara 60 hingga 90oC. Tepung tempe dibuat dengan pengeringan produk samping
susu tempe menggunakan alat dehydrator. Susu tempe yang diperoleh dipasteurisasi untuk
meningkatkan daya tahannya. Dari penelitian yang dilakukan, diketahui kelarutan protein
optimum terjadi pada suhu 70oC sebesar 0,33% (w/v). Kadar karbohidrat sebagai gula
pereduksi adalah 0,48% (w/v), kadar isoflavon genestein, daidzein dan faktor-2 berturutturut
adalah 0,44 ppm, 8,3 ppm, dan 1,2 ppm. Protein terlarut dalam susu tempe tetap stabil
setelah penyimpanan selama satu minggu pada suhu 4oC. Uji organoleptik menunjukkan
penambahan gula sebesar 7% (w/v) dan 8% (w/v) memiliki skor rasa berturut 1,87<2,82
dan 2,81<3,49 sedangkan susu kedelai komersil memiliki skor 3,79<5,00. Penambahan
vanila sebesar 0,25 % (v/v) dan 0,5% (v/v) memiliki skor aroma berturut-turut 1,92<2,76
dan 3,12<3,88 sedangkan susu kedelai komersil memiliki skor 3,38<4,81. Kadar
protein tepung tempe sebesar 38,33%, lemak sebesar 3,48% (w/w), dan serat kasar 9,71%
(w/w).