digilib@itb.ac.id +62 812 2508 8800

33218006 Sugondo Hadiyoso.pdf
PUBLIC Dessy Rondang Monaomi

Demensia adalah gejala umum gangguan neurologis yang menggambarkan penurunan fungsi kognitif pada otak. Salah satu bentuk demensia yang paling banyak setelah penyakit Alzheimer adalah Demensia Vaskular (DVa) pada pasien pasca stroke. Demensia vascular pasca stroke disebabkan oleh penyakit degeneratif serebrovaskular. Demensia dapat mempengaruhi perhatian, memori, dan fungsi kognitif lainnya jika tidak mendapatkan penanganan secara cepat dan tepat maka penurunan akan berlangsung secara terus menerus. Mekanisme diagnosis dapat dilakukan dengan analisis profil genetic, modalitas imaging MRI, CT dan PET namun kompleksitas dan biaya dari metode ini invasive dan cenderung mahal. Salah satu modalitas medis yang dapat menjadi alternatif untuk evaluasi bahkan diagnosis demensia adalah Elektroensefalograf (EEG). Dalam beberapa dekade terakhir, penelitian karakterisasi sinyal EEG pada kasus demensia dilakukan melalui pendekatan konvensional dan kuantitatif. Oleh karena keterbatasan metode konvensional yaitu subjektifitas yang tinggi dan kesulitan untuk diterapkan dalam populasi yang besar, metode kuantitatif EEG atau QEEG sangat kuat direkomendasikan untuk mengatasi hal tersebut. Pada penelitian ini diusulkan metode karakterisasi gelombang EEG pada pasien pasca stroke dengan gangguan kognitif baik ringan maupun demensia dengan menghitung dan menganalisis parameter QEEG. Penelitian ini, mengusulkan metode QEEG linier dan non-linier melalui pendekatan analisis spektral, koherensi, dan kompleksitas sinyal untuk karakterisasi. Hasil karakterisasi menunjukkan bahwa pada pasien pasca stroke dengan gangguan kognitif mempunyai kekuatan relatif gelombang beta cenderung lebih tinggi dibandingkan dengan kelompok normal. Sementara itu kekuatan relatif gelombang delta pada pasien gangguan kognitif cenderung lebih tinggi dibandingkan dengan normal. Kemudian terdapat hubungan antara kekuatan sinyal EEG dan keparahan demensia. Investigasi koherensi dalam penelitian ini menunjukkan pola penurunan nilai koherensi pada pasien pasca stroke gangguan kognitif dibandingkan dengan kelompok lansia normal. Penurunan koherensi secara bermakna ditemukan pada lobus temporal yang berperan penting dalam pendengaran, bahasa dan memori. Sementara itu, analisis kompleksitas sinyal menunjukkan bahwa kompleksitas sinyal pada pasien pasca stroke dengan gangguan kognitif cenderung lebih rendah dibandingkan kelompok normal. Analisis sinyal EEG pada rekaman aktivitas memori menujukkan perbedaan yang signifikan (p<0,05) untuk semua elektroda EEG yang diobservasi antara kelompok demensia, gangguan kognitif ringan dan normal. Hasil lainnya yang ditemukan adalah terdapat hubungan antara derajat kompleksitas sinyal EEG dengan tingkat keparahan gangguan kognitif. Hasil perhitungan karakterisasi ini kemudian menjadi vektor fitur untuk divalidasi menggunakan metode klasifikasi. Simulasi dilakukan untuk klasifikasi lansia normal, pasien pasca stroke gangguan kognitif ringan, dan pasien pasca stroke demensia. Support Vector Machine (SVM) dan k-Nearest Neighbor (k-NN) digunakan untuk mengevaluasi kinerja metode ekstraksi ciri yang diusulkan. Hasil simulasi klasifikasi menunjukkan akurasi tertinggi 96% dicapai menggunakan gaussian SVM. Temuan dari penelitian ini menunjukkan bahwa analisis QEEG dapat menjadi metode untuk menyelidiki dan mengevaluasi derajat keparahan demensia pada pasien pasca stroke. Metode ini diharapkan dapat digunakan untuk deteksi dini atau deteksi gangguan kognitif ringan. Dengan algoritma klasifikasi otomatis, metode yang diusulkan dapat menyederhanakan proses deteksi sebagai validasi tambahan dalam diagnosis klinis.