Demensia adalah gejala umum gangguan neurologis yang menggambarkan
penurunan fungsi kognitif pada otak. Salah satu bentuk demensia yang paling
banyak setelah penyakit Alzheimer adalah Demensia Vaskular (DVa) pada pasien
pasca stroke. Demensia vascular pasca stroke disebabkan oleh penyakit degeneratif
serebrovaskular. Demensia dapat mempengaruhi perhatian, memori, dan fungsi
kognitif lainnya jika tidak mendapatkan penanganan secara cepat dan tepat maka
penurunan akan berlangsung secara terus menerus.
Mekanisme diagnosis dapat dilakukan dengan analisis profil genetic, modalitas
imaging MRI, CT dan PET namun kompleksitas dan biaya dari metode ini invasive
dan cenderung mahal. Salah satu modalitas medis yang dapat menjadi alternatif
untuk evaluasi bahkan diagnosis demensia adalah Elektroensefalograf (EEG).
Dalam beberapa dekade terakhir, penelitian karakterisasi sinyal EEG pada kasus
demensia dilakukan melalui pendekatan konvensional dan kuantitatif. Oleh karena
keterbatasan metode konvensional yaitu subjektifitas yang tinggi dan kesulitan
untuk diterapkan dalam populasi yang besar, metode kuantitatif EEG atau QEEG
sangat kuat direkomendasikan untuk mengatasi hal tersebut.
Pada penelitian ini diusulkan metode karakterisasi gelombang EEG pada pasien
pasca stroke dengan gangguan kognitif baik ringan maupun demensia dengan
menghitung dan menganalisis parameter QEEG. Penelitian ini, mengusulkan
metode QEEG linier dan non-linier melalui pendekatan analisis spektral, koherensi,
dan kompleksitas sinyal untuk karakterisasi. Hasil karakterisasi menunjukkan
bahwa pada pasien pasca stroke dengan gangguan kognitif mempunyai kekuatan
relatif gelombang beta cenderung lebih tinggi dibandingkan dengan kelompok
normal. Sementara itu kekuatan relatif gelombang delta pada pasien gangguan
kognitif cenderung lebih tinggi dibandingkan dengan normal. Kemudian terdapat
hubungan antara kekuatan sinyal EEG dan keparahan demensia. Investigasi
koherensi dalam penelitian ini menunjukkan pola penurunan nilai koherensi pada
pasien pasca stroke gangguan kognitif dibandingkan dengan kelompok lansia
normal. Penurunan koherensi secara bermakna ditemukan pada lobus temporal
yang berperan penting dalam pendengaran, bahasa dan memori. Sementara itu,
analisis kompleksitas sinyal menunjukkan bahwa kompleksitas sinyal pada pasien
pasca stroke dengan gangguan kognitif cenderung lebih rendah dibandingkan
kelompok normal. Analisis sinyal EEG pada rekaman aktivitas memori
menujukkan perbedaan yang signifikan (p<0,05) untuk semua elektroda EEG yang
diobservasi antara kelompok demensia, gangguan kognitif ringan dan normal. Hasil
lainnya yang ditemukan adalah terdapat hubungan antara derajat kompleksitas
sinyal EEG dengan tingkat keparahan gangguan kognitif.
Hasil perhitungan karakterisasi ini kemudian menjadi vektor fitur untuk divalidasi
menggunakan metode klasifikasi. Simulasi dilakukan untuk klasifikasi lansia
normal, pasien pasca stroke gangguan kognitif ringan, dan pasien pasca stroke
demensia. Support Vector Machine (SVM) dan k-Nearest Neighbor (k-NN)
digunakan untuk mengevaluasi kinerja metode ekstraksi ciri yang diusulkan. Hasil
simulasi klasifikasi menunjukkan akurasi tertinggi 96% dicapai menggunakan
gaussian SVM. Temuan dari penelitian ini menunjukkan bahwa analisis QEEG
dapat menjadi metode untuk menyelidiki dan mengevaluasi derajat keparahan
demensia pada pasien pasca stroke. Metode ini diharapkan dapat digunakan untuk
deteksi dini atau deteksi gangguan kognitif ringan. Dengan algoritma klasifikasi
otomatis, metode yang diusulkan dapat menyederhanakan proses deteksi sebagai
validasi tambahan dalam diagnosis klinis.