Insiden ketidakstabilan dari tailing storage facilities (TSF) yang terkenal terjadi di
Fundao tailing dam di Brazil membawa kerugian yang besar bagi pihak tambang,
lingkungan, dan masyarakat karena adanya daerah yang mengandung slime masuk
ke daerah partikel yang berukuran pasir yang menyebabkan ketidakstabilan TSF.
Adanya segregasi partikel saat tailing dibuang ke TSF mengakibatkan partikel
halus yang terlokalisasi dengan menyebabkan ketahanan mekanis tanah menjadi
rendah. Penambahan flokulan dapat menghasilkan flok yang stabil dan mengurangi
terjadinya segregasi partikel. Hal ini dapat meminimalkan kegagalan saat tailing didischarge
ke TSF.
Percobaan diawali dengan karakterisasi sampel tailing dan particle size distribution
dari sampel tailing PT. Agincourt Resources. Flokulan yang digunakan terdiri dari
3 flokulan berjenis conventional flocculant (dryfloc 34E), ATBS flocculant 1
(dryfloc 5220E), dan ATBS flocculant 2 (dryfloc SU 25E). Sampel dilakukan
pengujian pouring test untuk mendapatkan floc size tiap jenis flokulan, drainage
test untuk mengetahui kecepatan keluarnya air pada tiap jenis flokulan, slump test
untuk mengetahui slump case yang dihasilkan dengan menggunakan jenis flokulan
tertentu. Ketiga jenis testwork tersebut dikategorikan sebagai floc comparison test
menggunakan 3 jenis flokulan uji dan 1 flokulan existing. Pengujian sliding test
untuk mengetahui kestabilan flok saat penuangan pada bidang miring dengan
melihat distribusi ukuran partikel dan P80 dari penambahan flokulan. Hasil sliding
test terhadap ATBS flocculant 1 dan 2 menunjukkan flok yang stabil dengan
distribusi ukuran partikel yang seragam. Mechanical resistance of soil test
dilakukan untuk mengetahui ketahanan mekanis dari tanah (kuat geser) dengan
variasi jenis flokulan terhadap dosis flokulan dan persen solid tertentu dilakukan
pengujian kompaksi dan direct shear test (DST). Conventional flocculant dapat
mengindikasi terbentuknya slime layer yang ditunjukkan oleh flok yang tidak stabil
dengan nilai sudut geser dalam dan kohesi yang rendah dibandingkan dengan ATBS
flocculant 1 dan 2. ATBS flocculant 1 dan 2 sebagai flokulan optimal yang dapat
menciptakan stabilitas pada pengendapan akhir tanah.