Bencana banjir merupakan kejadian alam yang dapat mengakibatkan kerugian dan mengganggu aktivitas masyarakat terdampak. Untuk mengurangi dampak banjir pada suatu wilayah, diperlukan suatu analisis hidrologi dan hidraulika untuk mengetahui sebaran genangan banjir yang akan terjadi. Permasalahan yang sering ditemukan di lapangan adalah tidak tersedianya data hidrologi untuk mengetahui seberapa besar debit banjir yang terjadi pada suatu sungai. Selain itu, tidak ditemukan pengukuran penampang sungai dan topografi suatu wilayah sebagai data masukan analisis hidraulika untuk mengetahui luasan genangan banjir. Keterbatasan data tersebut dikarenakan biaya dan waktu yang dibutuhkan sangat banyak. Oleh karena itu, jika kedua analisis tersebut tidak dapat dilakukan, maka proses pembuatan peta genangan banjir menjadi rumit.
Saat ini, pemanfaatan teknologi spasial sangat berkembang, satu diantaranya adalah untuk mengetahui potensi genangan banjir pada suatu wilayah. Salah satu program yang dimaksud adalah GFI Tools (Geomorphic Flood Index Tools). Program ini hanya memanfaatkan data masukan berupa data Digital Elevation Model (DEM). Sehingga, ketelitian hasil analisis sangat bergantung pada jenis dan resolusi dari peta DEM yang digunakan. Dikarenakan parameter yang digunakan hanya menggunakan data topografi, maka dalam penelitian ini, GFI dimodifikasi dengan menambahkan parameter penggunaan lahan dan hujan rencana untuk menghasilkan peta genangan banjir setiap periode ulang pada suatu wilayah. Untuk menghasilkan peta genangan GFI yang benar, maka diperlukan suatu kalibrasi menggunakan peta acuan genangan banjir di Daerah Aliran Sungai (DAS) Cikapundung. Dikarenakan peta tersebut tidak tersedia, maka dalam penelitian ini juga dilakukan perhitungan genangan banjir dengan pendekatan hidraulika. Data masukan analisis hidraulika berupa data debit banjir yang telah terkalibrasi di pos duga air Komplek-Radio, dengan nilai Nash-Sutcliffe sebesar 0,891 untuk kejadian banjir tanggal 30 Maret 2020, 0,544 untuk kejadian banjir tanggal 3 April 2021 dan 0,913 untuk kejadian banjir tanggal 10 November 2021. Dengan parameter kalibrasi tersebut, dapat dihitung hidrograf banjir periode ulang 100 tahunan yang kemudian diketahui luasan genangan banjir dengan pendekatan hidraulika.
Genangan banjir dengan pendekatan hidraulika tersebut akan digunakan sebagai acuan dalam penentuan nilai n pada analisis GFI. Hasil kalibrasi yang dilakukan pada periode ulang banjir 100 tahunan tersebut, menghasilkan nilai n sebesar 0,31. Nilai n tersebut dapat digunakan pada wilayah yang memiliki kesamaan karakteristik topografi di Bandung, khususnya wilayah DAS Cikapundung. Nilai n tersebut digunakan untuk menghitung genangan banjir pada setiap periode ulang, dengan cara memodifikasi GFI. GFI Modifikasi dilakukan dengan memanfaatkan besaran rasio hujan efektif yang dihasilkan dari penggunaan lahan dan curah hujan. Untuk mengetahui keandalan hasil GFI Modifikasi ini, maka hasil analisis GFI Modifikasi dapat dibandingkan dengan kejadian banjir pada tanggal 12 Desember 2022. Hasil analisis GFI Modifikasi menunjukkan nilai luasan yang hampir mendekati dengan luasan banjir yang teridentifikasi di lapangan. Sedangkan jika dilihat dari sebaran genangan banjirnya, genangan yang dihasilkan oleh GFI Modifikasi cenderung berada di bantaran sungai sedangkan genangan banjir yang terjadi di lapangan terkonsentrasi di hilir DAS. Hal yang sama, jika melihat kedalaman banjir yang dihasilkan oleh GFI Modifikasi lebih besar dibandingkan oleh hasil verifikasi banjir di lapangan. Hal tersebut dikarenakan proses perhitungan GFI Modifikasi belum dapat mengakomodasi proses hidrologi dan hidraulika. Selain itu, data DEM yang digunakan masih terbatas ketelitiannya dengan resolusi 10x10 m, terutama pada wilayah perkotaan yang padat penduduk. Hal ini terlihat pada hasil GFI Modifikasi menghasilkan genangan yang cukup luas, tetapi hasil survei menunjukkan titik tersebut tidak tergenang. Sebaliknya, pada titik tertentu hasil GFI Modifikasi tidak ditemukan genangan, sedangkan hasil survei menunjukkan genangan yang luas. Oleh karena itu, perlu adanya pengembangan lebih lanjut terhadap algoritma perhitungan GFI agar dapat mengakomodasi proses hidrologi dan hidraulika, salah satunya efek backwater.