digilib@itb.ac.id +62 812 2508 8800

COVER Nurul Handayani
PUBLIC sarnya

BAB_1 Nurul Handayani
PUBLIC sarnya

BAB_2 Nurul Handayani
PUBLIC sarnya

BAB_3 Nurul Handayani
PUBLIC sarnya

BAB_4 Nurul Handayani
PUBLIC sarnya

BAB_5 Nurul Handayani
PUBLIC sarnya

BAB_6 Nurul Handayani
PUBLIC sarnya

DAFTAR Nurul Handayani
PUBLIC sarnya

2023_TS_PP_NURUL _HANDAYANI_LAMPIRAN.pdf
Terbatas  sarnya
» Gedung UPT Perpustakaan

Pariwisata kota pusaka merupakan salah satu upaya pengelolaan dan pemanfaatan kota pusaka yang dilakukan melalui kegiatan pariwisata. Pariwisata kota pusaka melibatkan berbagai pemangku kepentingan lintas bidang dan lintas sektor dalam pelaksanaannya, sehingga memerlukan koordinasi dan sinergi yang kuat di antaranya. Pemerintah daerah kabupaten/kota memiliki kewenangan dalam membangun potensi pariwisata daerahnya. Pariwisata Kota Pusaka mengintegrasikan beberapa urusan pemerintahan meliputi perencanaan pariwisata, perencanaan kota, dan pengelolaan pusaka. Belum adanya kerangka kerja yang secara eksplisit mengintegrasikan ketiga urusan tersebut membuat pemerintah daerah perlu untuk menginterpretasikan kebijakan-kebijakan tersebut secara mandiri, sehingga berpotensi terjadinya mispersepsi atau ketidaksinkronan dalam menjalankan tugas dan wewenang dari ketiga urusan tersebut. Tidak meratanya kualitas sumber daya manusia dan implementasi tata kelola pemerintahan yang baik di daerah dapat menjadi salah satu faktor yang berpengaruh terhadap kemampuan pemerintah daerah dalam menginterpretasikan dan mengimplementasikan kebijakan pemerintah pusat terkait pengembangan pariwisata kota pusaka. Penelitian ini bertujuan untuk menyusun kerangka kerja yang dapat diimplementasikan oleh pemerintah daerah dalam pengembangan pariwisata kota pusaka, dengan mengambil studi kasus Kota Salatiga. Kota Salatiga dipilih sebagai wilayah studi kasus karena potensinya sebagai kota pusaka Indonesia, terlebih statusnya sebagai salah satu anggota sekaligus pendiri Jaringan Kota Pusaka Indonesia. Kota Salatiga memiliki warisan budaya berwujud dan tak berwujud yang berasal dari peradaban masa lampau, tepatnya sejak masa kerajaan hindu-buddha hingga masa pasca kemerdekaan. Ruang-ruang Kota Salatiga, khususnya di wilayah pusat kota, masih sangat kental dengan nuansa bangunan kolonial. Namun upaya pelestarian pusaka khususnya cagar budaya yang ada di Kota Salatiga masih tergolong minim, terbukti dengan adanya kasus pembongkaran salah satu bangunan gedung cagar budaya yaitu bangunan gedung di kompleks Kantor Pegadaian Kota Salatiga yang dilakukan tanpa melalui prosedur perizinan kepada pemerintah kota. Proses penetapan status cagar budaya pada berbagai objek diduga cagar budaya juga tergolong lamban karena hingga tahun 2022 baru sekitar 11 (sebelas) bangunan yang telah ditetapkan sebagai cagar budaya dari 144 (seratus empat puluh empat) bangunan bersejarah yang ada. Sementara untuk pengelolaan pusaka tak berwujud, Kota Salatiga telah memulai langkah yang baik dengan mengusung kuliner legendaris hingga membawa Kota Salatiga sebagai Kota Kreatif Gastronomi pada tahun 2021. Selain kuliner, objek- objek lain seperti tradisi lisan, manuskrip, adat istiadat, ritus, pengetahuan dan teknologi tradisional, seni, bahasa, permainan rakyat, dan teknologi tradisional juga mulai dikembangkan oleh Pemerintah Kota Salatiga melalui penyusunan pokok pikiran kebudayaan daerah yang saat penelitian ini berlangsung sedang menuju proses pengesahan melalui peraturan daerah. Penelitian ini diharapkan dapat memberikan rekomendasi bagi pemerintah daerah, termasuk Pemerintah Daerah Kota Salatiga, dalam melestarikan kekayaan warisan budaya di wilayahnya melalui pengembangan aktivitas pariwisata, sehingga dapat mendatangkan keuntungan perekonomian pula kepada masyarakat setempat. Penelitian ini menggunakan analisis kualitatif untuk mengidentifikasi kerangka kerja ideal berdasarkan kajian teori dan preseden, serta kerangka kerja ideal berdasarkan kajian regulasi yang berlaku di Indonesia. Selanjutnya dilakukan analisis kesenjangan untuk mengetahui kesenjangan antara kerangka kerja ideal tersebut dengan kerangka kerja eksisting Kota Salatiga. Hasil penelitian ini berupa kerangka kerja yang mengintegrasikan hasil komponen peran pada kerangka kerja ideal dengan kerangka kerja eksisting yang telah disesuaikan dengan kondisi tata kelola pemerintahan di Indonesia, dimana terdapat 7 (tujuh) kelompok peran pemerintah daerah yang diperlukan dalam pengembangan pariwisata kota pusaka yang meliputi urusan perencanaan kepariwisataan, perencanaan kota, pelaksanaan riset, regulasi/pengaturan, kerja sama dan koordinasi, perencanaan kota, dan pengembangan komunitas.