Carbon dots (CDs) merupakan salah satu material yang banyak diteliti dikarenakan
banyaknya karakteristik unggul sehingga dapat diaplikasikan dalam berbagai
bidang. CDs memiliki morfologi kuasi-sferis dengan ukuran diameter kurang dari
20 nm dan tersusun atas inti sp2 karbon hibrid terkonjugasi dengan gugus fungsi
organik yang mendekorasi permukaannya. Hal ini membuat CDs memiliki panjang
gelombang yang dapat diatur, tidak beracun, pergeseran stoke yang besar, dan
lifetime luminesensi yang panjang. Oleh karenanya CDs dapat dimanfaatkan
sebagai sensor kimia, bioimaging, anti-pemalsuan, perangkat optoelektronik dan
lain sebagainya. Untuk dapat memanfaatkan CDs dengan optimal, diperlukan
strategi dalam mengatur sifat-sifat optiknya sehingga memiliki fotoluminesensi
yang mencakup fluoresensi dan fosforesensi. Salah satu yang berpengaruh terhadap
sifat optik dari CDs adalah parameter sintesis material. Untuk mencari formulasi
sintesis yang sesuai dalam menghasilkan CDs dengan sifat optik yang optimal
diperlukan suatu trobosan dalam memformulasikan proses sintesis agar eksperimen
yang dilakukan dapat efektif dan efisien. Salah satu cara yang dapat dilakukan
adalah melakukan studi secara eksperimen dan komputasi menggunakan machine
learning untuk mempelajari dan memprediksi sifat optik CDs. Sintesis material
dengan jumlah percobaan yang minimum menjadi hal krusial untuk percepatan
pengembangan CDs dikarenakan hal tersebut membutuhkan waktu, tenaga dan
biaya yang cukup besar. Dalam menganalisa hubungan parameter sintesis dengan
sifat optik CDs diperlukan metode komputasi yang handal. Machine learning (ML)
menjadi salah satu metode komputasi yang mulai diimplementasikan diberbagai
bidang, termasuk bidang sains material untuk mempelajari data eksperimen CDs.
Oleh karena itu, pada penelitian ini dilakukan studi pengaruh parameter sintesis
terhadap sifat optik (fluoresensi dan fosforesensi) CDs dipandu oleh machine
learning. Machine learning mampu mempelajari data yang besar dengan
kompleksitas yang tinggi untuk menghasilkan prediksi yang tepat. Selain itu,
pemanfaatan machine learning dalam memandu sintesis material dalam
memprediksi fosforesensi CDs belum pernah dilakukan sebelumnya. Penelitian ini
melaporkan hasil sintesis CDs yang menghasilkan room temperature
phosphorescence (RTP) menggunakan radiasi gelombang mikro dari microwave
dengan etilendiamin dan asam fosfat sebagai prekursor. Parameter sintesis sepert konsentrasi prekursor dan lama radiasi yang divariasikan, menghasilkan CDs
dengan beragam karakteristik optik yang nantinya akan digunakan sebagai data set
awal ML. Hasil karakterisasi Transmission Electron Microscopy (TEM) dan
Fourier-Transform Infrared (FTIR) mengkonfirmasi terbentuknya CDs yang
ditunjukkan dari titik-titik yang terdispersi pada gambar TEM serta adanya puncak
pada spektrum FTIR yang menunjukkan vibrasi ikatan sp3 C-H dan C=C yang
mengindikasikan terbentukanya sistem konjugasi ? sebagai struktur inti dari CDs.
Hasil sintesis CDs menunjukkan fluoresensi biru dan fosforesensi hijau saat
dieksitasi pada panjang gelombang 365 nm. Pendaran fosforesen CDs dapat
bertahan hingga 7 detik dan dapat dilihat menggunakan mata telanjang. Spektrum
photoluminescence (PL) menunjukkan puncak emisi dari CDs berada di panjang
gelombang masing-masing 420 nm dan 515 nm untuk fluorensi dan fosforesensi.
Variasi parameter sintesis pada CDs menghasilkan lifetime fosforesen tertinggi
hingga 1,566 s yang menunjukkan ultralong room temperature phosphorescence
(URTP). Data eksperimen kemudian dipelajari menggunakan tiga algortima ML
meliputi extreme gradient boost (XGB), random forest (RF) dan decision tree (DT).
Hasil evaluasi model ML, menunjukkan XGB dengan koefisien determinasi (R2)
dan mean absolute error (MAE) terbaik diantara model yang lain. Hasil pengaturan
hyperparameter model XGB menunjukkan R2
hingga 0,904 dan 0,915 untuk
masing-masing tes dan train data set. Model XGB digunakan untuk memprediksi
lifetime rata-rata dari data baru yang berisi parameter sintesis CDs yang belum
pernah dilakukan sebelumnya. Hasil prediksi yang paling optimal kemudian
divalidasi dengan melakukan eksperimen ulang, dan dari hasil prediksi didapatkan
lifetime rata-rata tertinggi hingga 1,597 s dengan galat pengukuran hingga 7,33%.