Pada tanggal 26 September 2019 gempabumi besar dengan Mw 6.5 memberikan
dampak yang signifikan ke Kota-kota Maluku Tengah, Ambon, dan Seram Barat di
Indonesia bagian timur. Gempabumi ini memecahkan sesar aktif yang belum
terpetakan, serta memiliki karakteristik sumber dengan proses rupture yang sangat
kompleks. Dalam penelitian ini, kombinasi distribusi spasial antara Coulomb
failure stress (DCFS) dan b-value digunakan untuk mengetahui proses geodinamika
penyebab terjadinya gempabumi dan berfungsi sebagai indikator peningkatan
seismisitas berikutnya. Semua informasi tentang kejadian seismik di Busur Banda
bagian depan (2-5°LS dan 127-132°BT) dari tahun 1980 hingga 2021 di kedalaman
? 40 km. Korelasi antara hasil pemodelan DCFS dan b-value menunjukkan bahwa
segmen sesar sumber gempabumi Ambon 2019 berada pada kondisi stress tinggi
dengan DCFS positif 0.1 bar (0.01 MPa) dan b-value rendah 0.7 sebelum terjadinya
gempabumi. Segmen sumber gempabumi tersebut direaktivasi oleh perubahan
stress akibat rangkaian gempabumi besar di sekitar Sesar Manipa dan Buru Selatan.
Zona Geser Kawa (KSZ) dan Bobot-Seram Timur menunjukkan perubahan stress
dalam sesar aktif yang diikuti dengan seismisitas tinggi. Distribusi stress positif
dalam sesar penerima mengindikasikan wilayah Kota Ambon berpotensi
mengalami peningkatan seismisitas di masa depan.