digilib@itb.ac.id +62 812 2508 8800

Lira Senja Alfitra 10218084.pdf
PUBLIC Yati Rochayati

COVER Lira Senja Alfitra
Terbatas  Yati Rochayati
» Gedung UPT Perpustakaan

BAB 1 Lira Senja Alfitra
Terbatas  Yati Rochayati
» Gedung UPT Perpustakaan

BAB 2 Lira Senja Alfitra
Terbatas  Yati Rochayati
» Gedung UPT Perpustakaan

BAB 3 Lira Senja Alfitra
Terbatas  Yati Rochayati
» Gedung UPT Perpustakaan

BAB 4 Lira Senja Alfitra
Terbatas  Yati Rochayati
» Gedung UPT Perpustakaan

BAB 5 Lira Senja Alfitra
Terbatas  Yati Rochayati
» Gedung UPT Perpustakaan

PUSTAKA Lira Senja Alfitra
Terbatas  Yati Rochayati
» Gedung UPT Perpustakaan

Penyakit kanker merupakan salah satu penyakit tidak menular mematikan di dunia. Karsinoma Nasofaring (KNF) atau yang biasa disebut kanker nasofaring adalah salah satu contoh kanker ganas di Indonesia. Salah satu terapi yang dapat dilakukan untuk pengobatan KNF yaitu radioterapi. Radioterapi menggunakan radiasi dosis tinggi untuk membunuh sel kanker dan mengecilkan tumor. Radioterapi dilakukan dengan pencitraan tubuh pasien menggunakan CT scan atau MRI, kemudian dilakukan perencanaan radioterapi menggunakan Treatment Planning System (TPS). Teknologi perencanaan radioterapi berkembang dari teknik 2 dimensi ke arah teknik 3 dimensi. Dengan didukung perkembangan komputer TPS dan pesawat penyinaran radiasi, pada teknik 3 dimensi kemudian berkembang teknik Intensity Modulated Radiation Therapy (IMRT). Rumusan masalah pada penelitian ini yaitu bagaimana pengaruh jumlah lapangan radiasi dalam perencanaan radioterapi pada kasus kanker nasofaring menggunakan teknik IMRT terhadap distribusi dosis pada target tumor dan dosis pada organ at risk di sekitar target. Tujuan penelitian ini adalah melakukan analisis terhadap hasil treatment planning pada kanker nasofaring menggunakan teknik IMRT terkait dengan penggunaan jumlah lapangan sinar yang berbeda. Parameter hasil treatment planning yang dinilai adalah Dose Volume Histogram (DVH) beserta statistik DVH, Conformity Index (CI), dan Homogenity Index (HI).TPS yang digunakan adalah TPS Monaco dengan algoritma Monte Carlo dan metode invers planning. Hasil pada penelitian ini menunjukkan bahwa untuk kasus kanker nasofaring, jumlah lapangan yang paling optimal dihasilkan pada perencanaan dengan 9 lapangan penyinaran. Jika dilihat dari dosis rata – rata yang diterima oleh OAR, perencanaan dengan 7 lapangan dan 9 lapangan penyinaran tidak ada perbedaan yang bermakna.