digilib@itb.ac.id +62 812 2508 8800

Abstrak : Daerah aliran sungai (DAS) merupakan suatu wilayah yang perlu dijaga kelestariannya karena DAS ikut berperan dalam sistem hidrologi yang mencakup penyediaan air bersih untuk kebutuhan hidup manusia. DAS juga berpotensi menimbulkan bencana seperti banjir, erosi, dan longsor. Bencana ini terjadi karena DAS telah gagal memenuhi fungsinya sebagai penampung air hujan, penyimpanan, dan penyalur air ke sungai-sungai. Fungsi suatu DAS merupakan fungsi gabungan dari seluruh faktor yang ada pada DAS tersebut, yaitu vegetasi, bentuk wilayah (topografi), tanah, dan permukiman. Apabila salah satu dari faktor tersebut di atas mengalami perubahan maka hal tersebut akan mempengaruhi kondisi ekosistem DAS. Luas lahan kritis dalam DAS di Indonesia terus meningkat. Jika pada tahun 1984 terdapat 9,7 juta ha lahan kritis pada 22 DAS, maka pada tahun 1994 menjadi 12,6 ha pada 39 DAS, dan pada tahun 2004 terdapat 62 DAS kritis dari total 470 DAS di Indonesia. Sementara itu, konversi lahan dari lahan pertanian menjadi lahan non pertanian rata-rata mencapai 50.000 ha per tahun. Adanya fenomena ini mengakibatkan penanganan masalah DAS harus ditanggapi dengan lebih serius. Tujuan penelitian ini adalah melakukan evaluasi terhadap penataan ruang kawasan lindung dan resapan air di daerah aliran sungai dengan mengambil contoh kasus di DAS Ciliwung Bagian Hulu. Evaluasi ini mengambil wilayah di DAS Ciliwung Bagian Hulu mengingat pentingnya peran yang diembannya, yaitu sebagai perlindungan kawasan bawahannya seperti DKI Jakarta dan Jawa Barat. Penelitian ini diharapkan dapat memberikan masukan dalam pengelolaan DAS Ciliwung Bagian Hulu sebagai upaya pengendalian pemanfaatan lahan agar sesuai dengan fungsi kawasan yang diembannya. Dalam usaha pengelolaan DAS ini, keberadaan kawasan lindung dan resapan air sangat penting sehingga konservasi kawasan lindung dan resapan air harus dilakukan untuk keberlangsungan DAS. Metode pendekatan yang digunakan dalam studi ini adalah evaluasi terhadap penataan ruang kawasan lindung dan resapan air dengan cara membandingkan penataan ruang DAS Ciliwung Bagian Hulu menurut rencana (RTRW) dengan keadaan yang sebenarnya di lapangan (eksisting). Sehingga analisis dilakukan melalui analisis deskriptif yang memaparkan data-data penataan ruang sesuai RTRW dan penataan ruang saat ini serta analisis perbandingan antara kedua penataan ruang tersebut. Setelah membandingkan penataan ruang di DAS Ciliwung Bagian Hulu menurut RTRW dengan penataan ruang di lapangan (eksisting), maka tampak penyimpangan dalam penataan ruang terutama perubahan guna lahan di kawasan lindung dan resapan air. Penyimpangan yang terjadi adalah perubahan guna lahan dari kawasan lindung dan resapan air menjadi kawasan budidaya dapat dilihat dengan adanya kegiatan dan bangunan yang tidak mendukung fungsi lindung. Ada masyarakat yang membuka hutan untuk dijadikan lahan pertanian. Pertumbuhan alami penduduk dan berkembangnya sektor wisata dan perdagangan menyebabkan pembukaan lahan untuk permukiman. Belum lagi fenomena menjamurnya villa, resort, dan tempat peristirahatan lainnya yang sebagian besar dimiliki oleh penduduk DKI Jakarta (80%). Total penyimpangan guna lahan terjadi sebesar 36,99% di DAS Ciliwung Bagian Hulu dan penyimpangan guna lahan pada kawasan lindung dan resapan air menjadi kawasan budidaya sangat memprihatinkan. Dampak yang ditimbulkan karena penyimpangan ini adalah terjadinya banjir di kawasan hilir (DKI Jakarta), longsor, erosi, penurunan kualitas air, dan lain-lain. Faktor-faktor penyebab penyimpangan penataan ruang kawasan lindung dan resapan air adalah ekonomi, hukum dan peraturan, wadah koordinasi, hubungan pemerintah-masyarakat, masyarakat, dan pendanaan. Rekomendasi yang diberikan antara lain adalah dilakukannya rehabilitasi hutan dan lahan (RHL), penegakkan hukum yang tegas, meningkatkan fungsi kontrol lembaga pengelolaan DAS, dan mengikutsertakan masyarakat dan pihak swasta dalam perencanaan dan pengelolaan DAS.