Tersampaikannya produk cacat ke pelanggan adalah konsekuensi dari model
produksi cepat yang diimplementasikan oleh kebanyakan perusahaan barang
konsumen yang bergerak cepat. PT. Paragon Technology and Innovation, yang
merupakan perusahaan lokal yang bergerak di sektor kosmetik, juga mengalami
masalah tersebut. Salah satu jenis produk cacat yang ditemukan di jalur kemas
TUP-06 di pabrik Jatake 2 milik PT. Paragon Technology and Innovation adalah
ketidaksesuaian kemasan sekunder terhadap jadwal pengemasan produk yang
direncanakan.
Ketidaksesuaian tersebut menimbulkan komplain customer, sehingga beresiko
menurunkan brand value dari portofolio produk PT. Paragon Technology and
Innovation. Sistem inspeksi yang dirancang bertujuan untuk mencegah resiko
tersebut dengan cara memisahkan produk cacat dari jalur pengemasan, sehingga
tidak tersalurkan ke pelanggan. Sub-sistem kontrol merupakan salah satu
komponen dari sistem yang dirancang yang melakukan kendali terhadap seluruh
aktivitas yang melibatkan interaksi dengan mesin cartoning seperti akusisi sinyal
iterasi untuk mendeteksi kecepatan pengemasan mesin dan memicu mekanisme
penolak mesin cartoning untuk memisahkan produk cacat dari jalur pengamasan.
Metode yang digunakan dalam perancangan sistem inspeksi adalah capstone design
yaitu desain sistem yang berakar pada kebutuhan pengguna. Kebutuhan pengguna
yang harus dipenuhi secara khusus oleh sub-sistem kontrol adalah pembacaan
iterasi pergerakan kemasan dan pemicuan penolak pada mesin cartoning yang
berdurasi kurang dari sama dengan 400 ms, serta pemberian indikator cahaya
dengan rentang intensitas 65 cd sampai 230 cd dan suara dengan intensitas lebih
dari 70 dB. Dua spesifikasi pertama diturunkan dari kecepatan pengemasan
maksimal mesin cartoning yaitu 75 produk per detik. Dua spesifikasi lainnya
diturunkan dari kajian perbandingan kondisi pabrik Jatake 2 dan beberapa dokumen
rekomendasi standar penggunaan indikator sebagai alat peringatan.
Untuk merealisasikan spesifikasi-spesifikasi tersebut, sub-sistem kontrol dibagi
menjadi tiga bagian terpisah yaitu unit kontrol, akuisisi sinyal, dan pemicu penolak.
Bagian unit kontrol berfungsi untuk mengkomunikasikan ritme mesin cartoning
ii
kepada unit pemrosesan. Implementasi bagian unit kontrol adalah mikrokontroller
arduino NANO. Pemilihan perangkat tersebut telah memerhitungkan frekuensi
mikrokontroller dan beban instruksi yang harus dieksekusi dengan waktu relatif
singkat. Kajian telah dilakukan dengan membuat sebuah naskah kode pengujian
dan memecahkannya hingga unit instruksi terkecil dalam bahasa assembly. Bagian
akuisisi sinyal berfungsi untuk mengkondisikan sinyal dari sistem kelistrikan mesin
cartoning agar sesuai dengan spesifikasi unit kontrol. Implementasi bagian akuisisi
sinyal adalah rangkaian pembagi tegangan. Pemilihan konsep rangkaian tersebut
telah memerhitungkan ketahanan dan kecepatan respon perangkat. Kajian
pemilihan tersebut dilakukan dengan membandingkan datasheet dari beberapa opsi
perangkat yang ada. Bagian pemicu penolak berfungsi untuk mengendalikan
penolak yang terpasang pada mesin cartoning. Implementasi bagian pemicu
penolak adalah sebuah perangkat relay 5 VDC. Pemilihan komponen tersebut telah
memerhitungkan modularitas dan kecepatan respon perangkan. Kajian pemilihan
tersebut dilakukan dengan membandingkan datasheet dari beberapa opsi perangkat
yang ada.
Hasil pengujian menunjukkan bahwa waktu yang dibutuhkan oleh sub-sistem
kontrol dalam menyampaikan ritme mesin cartoning kepada unit pemrosesan untuk
setiap iterasinya secara rata-rata adalah 36,4 ms dan waktu yang dibutuhkan oleh
sub-sistem kontrol dalam menindak lanjuti hasil inspeksi bervariasi dengan rentang
sekitar 40 ms sampai 61 ms. Indikator yang terpasang dapat menyala dengan
intensitas cahaya sekitar 117 cd dan intensitas bunyi sekitar 90 dB. Proyek ini
memiliki sumbangsih yang cukup besar dalam ilmu perancangan yang melibatkan
analisis pemilihan unit komputasi karena menawarkan sebuah metode kajian
kebutuhan performa komputasi terhadap beban komputasi dan ilmu perancangan
perangkan skala industri karena menggunakan dasar-dasar perhitungan kondisi
operasional industri dalam implementasinya.