digilib@itb.ac.id +62 812 2508 8800

Indonesia merupakan negara yang memiliki iklim tropis yang sangat bagus untuk melakukan berbagai aktivitas bidang pertanian atau perkebunan. Penerapan sistem ketahanan pangan dapat dilakukan dengan melakukan budidaya tanaman dengan berbagai sistem agrikultur yang dapat menjawab masalah terkait kurangnya lahan, iklim tidak stabil, serta adanya krisis pandemi yang menyebabkan aktivitas di luar ruangan terkendala. Dalam menjawab tantangan tersebut maka budidaya hidroponik menjadi solusi terkait masalah budidaya tanaman dengan menerapkan aplikasi Smart Greenhouse sebagai ruang bangun yang berfungsi menjaga tanaman dengan kondisi lingkungan terjaga berbasis penggunaan teknologi Internet of Things (IoT) sehingga kondisi tanaman dapat dipantau secara praktis. Penelitian ini melakukan perancangan, pembuatan serta pengujian sistem monitoring Smart Greenhouse dengan mikrokontroler modul BG96 Intelli WiFi terkoneksi sensor intensitas cahaya LDR, sensor suhu dan kelembaban DHT11, serta Water Level Sensor untuk mendeteksi ketinggian air. Protokol komunikasi yang digunakan pada penelitian ini MQTT dan HTTP yang terkoneksi pada server Antares. Sedangkan pengujian analisis QoS jaringan menggunakan wireshark. Hasil data penelitian ini menunjukkan bahwa sistem monitoring terbukti efektif dapat di akses menggunakan web dan smartphone dengan nilai suhu, kelembaban cahaya ketinggian air yang sudah ideal. Hasil pengujian alat menunjukkan rata-rata tanaman pakcoy dengan diletakkan pada Smart Greenhouse memiliki pertumbuhan tinggi 6 cm selama percobaan 12 hari. Sedangkan pada pengujian QoS komunikasi data protokol MQTT dan HTTP menghasilkan data pada pengujian membuktikan MQTT membutuhkan bandwidth lebih kecil dibanding HTTP dengan selisih 5542 bps. Packet loss pada MQTT lebih efisien dibanding HTTP karena penggunaan paket terkecil dalam jaringan yang ditangani sistem merupakan paket dari MQTT dengan selisih nilai 0,12% lebih kecil. Adapun nilai delay dan jitter HTTP lebih unggul pada percobaan ini jika dibandingkan dengan MQTT dengan selisih 166 ms lebih cepat dibanding MQTT. Hal tersebut dipengaruhi oleh berbagai faktor di antaranya pada pengujian 1 jam data MQTT hanya menghasilkan 7117 paket sedangkan HTTP menghasilkan 10670 paket sehingga hasil perhitungan pada paket delay memiliki nilai yang berbeda