Variabilitas harga tanah menjadi sebuah implikasi dari adanya kebutuhan dasar
manusia terutama pada aspek ekonomi. Suatu pemahaman terkait harga tanah
sangat diperlukan untuk menjawab hal tersebut terutama berkaitan dengan estimasi
harga tanah. Dalam penelitian ini, metode yang digunakan untuk mengestimasi
harga tanah adalah Geographically Weighted Regression (GWR). Metode ini dapat
menemukan hubungan antara dampak faktor pendorong dan variasi hubungan
spasial. Umumnya, metode GWR dibangun berdasarkan variabel dependen (harga
tanah) dan independent (kedekatan spasial antara objek tanah dengan fasilitas
umum). Akan tetapi, dalam penelitian ini variabel independen akan dikembangkan
dengan menambahkan zona tata ruang untuk memberikan kompleksitas penentu
estimasi harga tanah yang didasarkan pada peraturan penataan ruang, yakni
Peraturan Daerah Kota Bandung No. 18 Tahun 2011. Peraturan ini akan digunakan
sebagai dasar penentuan variabel zona tata ruang untuk pemodelan estimasi harga
tanah di wilayah Bandung Timur. Implementasi zona tata ruang sebagai penentu
estimasi harga tanah ini diharapkan dapat membentuk model GWR yang lebih baik
dibandingkan dengan model yang tidak melibatkan variabel zona tata ruang.
Penelitian ini menggunakan 15 variabel dengan 10 variabel objek fisik berupa
fasilitas umum dan 5 variabel berupa zona tata ruang yang memiliki pengaruh yang
signifikan terhadap pola dan distribusi harga tanah di wilayah Bandung Timur.
Kelima belas variabel tersebut adalah ibadah, industri, kantor pemerintahan,
kesehatan, olahraga/rekreasi, pendidikan, penjara (lembaga pemasyarakatan),
kantor pertahanan, terminal, zona perdagangan dan jasa, zona industri, zona
permukiman rendah, zona permukiman sedang, dan zona permukiman tinggi.
Untuk membentuk model GWR estimasi harga tanah dilakukan 4 kombinasi
penggunaan titik sampel dan titik uji pada dua jenis model (dengan zona tata ruang
atau tidak melibatkan variabel tersebut). Pada kombinasi ini terdapat terminologi
penentuan outlier baik pada titik sampel maupun titik uji. Hal ini dilakukan sebagai
bentuk identifikasi adanya anomali dari data yang digunakan dengan harapan agar
dapat membuat variasi yang berbeda di setiap kombinasi yang terbentuk. Hal ini
juga akan berkaitan dengan penentuan bandwidth untuk mengetahui penggunaan
titik data untuk memecah persamaan GWR.
Hasil dari penelitian ini menunjukkan bahwa implementasi variabel zona tata ruang
untuk membentuk model estimasi harga tanah berbasis GWR di samping variabel
objek fasilitas umum dapat memberikan tingkat akurasi yang lebih baik dari model
GWR tanpa melibatkan variabel zona tata ruang sebesar Rp205.718/m2. Dengan
kata lain, hasil ini meningkatkan tingkat akurasi sebesar 8% dari model tanpa zona
tata ruang dengan kesalahan rata-rata estimasi sebesar Rp225.262/m2 untuk
kombinasi titik sampel total dan titik uji terbebas outlier pada tahun 2007. Hasil ini
memberikan informasi bahwa pada tahun 2007, kondisi harga tanah di wilayah
Bandung Timur cukup bervariasi dengan beberapa nilai residu yang tinggi berada
di kawasan yang strategis baik dari fasilitas umum yang heterogen maupun dari
konsep tata ruang yang telah diatur dalam peraturan yang telah disebutkan. Dengan
demikian, variabel zona tata ruang dapat menjadi perspektif baru dalam pembuatan
model estimasi harga tanah berbasis GWR di samping variabel objek fisik berupa
fasilitas umum atau sosial terutama untuk meningkatkan kualitas model yang
terbentuk.