digilib@itb.ac.id +62 812 2508 8800

Rhizopus merupakan jamur saprofit yang dapat ditemukan pada berbagai habitat. Beberapa spesies Rhizopus, dapat menyebabkan penyakit pada tanaman, menyebabkan kerusakan paska panen terutama pada buah-buahan dan sayuran, serta penyebab kasus mucormikosis pada manusia. Pengendalian terhadap Rhizopus pada sektor pertanian umumnya dilakukan melalui penggunaan fungisida sintetik, fungisida nabati, serta menggunakan pendekatan agen pengendali hayati. Studi mengenai Rhizopus, terutama Rhizopus microsporus menjadi sangat menarik karena jamur ini diketahui dapat berasosiasi dengan mikroba lainnya membentuk simbion. Burkholderia sp. merupakan bakteri endosimbion pada R. microsporus yang dilaporkan berperan dalam germinasi spora vegetatif dan produksi senyawa rhizoxin sebagai faktor virulensi penyebab penyakit seedling blight pada padi. Selain bersifat endosimbion, asosiasi bakteri pada jamur juga dapat terjadi di luar hifa sebagai ektosimbion. Keberadaan bakteri ektosimbion pada jamur diketahui dapat mempengaruhi metabolisme, morfologi dan patogenitas dari jamur inang. Konsorsium bakteri ektosimbion pada permukaan hifa Fusarium oxysporum telah dibuktikan dapat menyebabkan kerusakan pada konidia dan menurunkan patogenitasnya. Studi mengenai bakteri endosimbion dan ektosimbion pada R. microsporus masih belum banyak dilakukan terlebih pada isolat indigenous Indonesia. Berdasarkan latar belakang tersebut dan mengingat terdapat potensi pemanfaatan bakteri ektosimbion pada pengendalian jamur, maka dilakukan studi interaksi bakteri simbion dengan R. microsporus dalam upaya pencarian solusi pengendaliannya melalui pendekatan interaksi biologis dan kimiawi. Tujuan spesifik penelitian ini adalah melakukan konfirmasi identitas R. microsporus indigenous Indonesia; mengetahui keberadaan dan identitas spesies bakteri endosimbion R. microsporus indigenous: mengetahui status keeratan asosiasi bakteri endosimbion dengan R. microsporus indigenous; mengetahui keberadaan dan identitas bakteri ektosimbion R. microsporus indigenous; mengetahui pengaruh bakteri ektosimbion terhadap pertumbuhan R. microsporus; mengetahui pengaruh bakteri ektosimbion terhadap pertumbuhan bakteri endosimbion; mengetahui senyawa kimia yang berperan dalam menghambat R. microsporus. Metode penelitian yang dilakukan meliputi isolasi dan karakterisasi secara morfologi terhadap isolat-isolat yang diperoleh; karakterisasi molekuler isolat jamur menggunakan marka DNA ITS; karakterisasi molekuler isolat bakteri dengan marka 16S rDNA; pengamatan terhadap asosiasi dengan menggunakan pewarnaan BacLigth LIVE/DEAD bacteria, FISH dan pengamatan SEM; uji tanding/ dual culture antara R. microsporus dan bakteri ektosimbion; karakterisasi perubahan morfologi R. microsporus secara pengamatan mikroskopik dan pewarnaan fluoresensi; analisis senyawa metabolit menggunakan LCMS/MS pada monokultur dan kokultur antara R. microsporus dan bakteri ektosimbion untuk menentukan senyawa yang berperan pada penghambatan R.microsporus. Hasil yang diperoleh pada penelitian ini meliputi identitas isolat Rhizopus M1 yang secara definitif terkonfirmasi sebagai R. microsporus berdasarkan hasil karakterisasi morfologi dan molekuler menggunakan gen ITS. Keberadaan bakteri endosimbion pada Rhizopus M1 dibuktikan melalui metode pewarnaan LIVE/DEAD® BacLight Viability dengan penampakan flourisensi berwarna hijau yang mengindikasikan sel bakteri hidup. Diperoleh 4 isolat bakteri simbion yang telah dikarakterisasi secara morfologi dan molekular sebagai Bacillus albus, Bacillus xiamenensis, Pseudomonas stutzeri, dan Stenotrophomonas pavani. Salah satu dari bakteri endosimbion, yakni S. pavani terbukti tidak dapat dieliminasi keberadaannya dari kultur Rhizopus M1 dengan perlakuan antibiotik dan terkonfirmasi sebagai bakteri endosimbion obligat berdasarkan pengamatan FISH (Flourescent in Situ Hybridization) menggunakan probe EUB338 [5’-GCTGCCTCCCGTAGGAGT-3’]. Bakteri ektosimbion berhasil diisolasi sebanyak 16 isolat, namun hanya 9 isolat yang mempunyai sifat antibiosis terhadap Rhizopus M1. Hasil uji menggunakan media agar CAS (Chrome Azurol S), diperoleh isolat bakteri N yang menghasilkan zona siderofor terbesar. Berdasarkan karakteristik morfologi, biokimia dan molekuler, isolat bakteri N teridentifikasi sebagai Pseudomonas aeruginosa. Isolat bakteri N menyebabkan kerusakan pada hifa dan menghambat pertumbuhan spora Rhizopus M1. Selain itu keberadaan bakteri N juga terbukti mempengaruhi viabilitas bakteri endosimbion Rhizopus M1 dengan bukti pendaran warna merah yang menandakan bakteri yang mati berdasarkan pewarnaan LIVE/DEAD® BacLight Viability. Senyawa aktif yang berperan dalam penghambatan adalah phenazin, PQS dan rhamnolipid. Senyawa 2-heptyl 4 quinolone (HHQ) dan 2-Nonyl-3-hydroxy-4-quinolone (C9-PQS) diduga kuat berperan penting pada patogenitas terhadap R. microsporus. Beberapa kebaruan yang ditemukan dari penelitian ini adalah informasi baru terkait keberadaan bakteri ektosimbion R. microsporus indigenous; informasi baru terkait keberadaan bakteri endosimbion R. microsporus; informasi baru terkait potensi bakteri ektosimbion yang dapat mengendalikan R. microsporus; informasi baru terkait kemampuan bakteri ektosimbion dalam menghambat bakteri endosimbion R. microsporus; informasi baru terkait keberadaan S. pavani sebagai bakteri endosimbion obligat R. microsporus; keberadaan senyawa kimia 2-heptyl 4 quinolone (HHQ) dan 2-Nonyl-3-hydroxy-4-quinolone (C9-PQS) yang berperan dalam menghambat R. microsporus.