Metana adalah gas rumah kaca yang perlu diperhatikan. Emisi metana dari bawah permukaan pada tambang bawah tanah batubara selalu menjadi isu penting saat ini. Salah satu penyebab emisi gas metana di daerah tambang bawah tanah batubara adalah emisi dari bawah permukaan ke atmosfer akibat adanya zona rekahan, joint dan shaft yang tidak ditutup lalu bertransmigrasi melalui media tanah.
Dewasa ini, pemantauan emisi gas metana tanah pada tambang bawah tanah batubara telah dilakukan dengan menggunakan metode flux chamber. Namun, metode flux chamber dinilai kurang cocok untuk diterapkan di lapangan batubara yang memiliki skala area yang luas. Cara ini juga dinilai sangat mahal. Selain itu, bahan-bahan seperti karbon aktif, zeolit, dan porapak telah berhasil diidentifikasi sebagai adsorben. Adsorben tersebut dapat mengadsorbsi metana pada tekanan atmosfer dan suhu kamar. Oleh karena itu, dalam kajian ilmiah ini dikembangkan metode baru dengan menggunakan adsorben untuk mendeteksi emisi metana yang dapat mencakup area skala luas pada tambang bawah tanah batubara.
Pada awalnya, adsorben yang paling baik harus ditentukan dengan mengukur jumlah metana yang teradsorpsi. Selanjutnya, memeriksa kemungkinan adsorpsi dalam metode difusi kolom dan desorpsi adsorben juga diperlukan. Adsorben yang paling mampu adalah karbon aktif (AC) yang mampu mengadsorpsi 1,780 LCH4/g-AC. Selanjutnya, karbon aktif berhasil menyerap metana melalui difusi
kolom yang mensimulasikan situasi pengukuran di tempat. Jumlah spesifik metana yang teradsorpsi pada konsentrasi awal CH4 dalam kantong gas 200 ppm, 100 ppm, 50 ppm berturut-turut adalah 1,227 L-CH4/g-AC, 0,596 L-CH4/g-AC, 0,242 LCH4/g-AC. Analisis desorpsi karbon aktif menunjukkan bahwa konsentrasi metana meningkat selama satu jam dalam penangas suhu di bawah 80°C. Dapat
disimpulkan bahwa emisi gas metana dapat dideteksi menggunakan karbon aktif dengan mengidentifikasi peningkatan konsentrasi metana yang diamati.