Fracture toughness merupakan salah satu sifat intrinsik material yang menunjukkan
ketahanan material tersebut ketika memiliki rekahan. Nilai fracture toughness dapat
diaplikasikan dalam kegiatan pertambangan, diantaranya dalam pengujian hydraulic
fracturing, dan fragmentasi batuan dengan peledakan. Tujuan penelitian ini adalah
mempelajari model fisik dan numerik pada penentuan nilai fracture toughness tipe
rekahan I menggunakan uji three point bending dan uji Brazilian untuk batu andesit,
batugamping dan pasta semen.
Untuk menentukan nilai fracture toughness tipe rekahan I, maka dibuat model fisik
yang diuji dengan three point bending dan Brazilian. Model numerik dibuat untuk
melihat proses pecahnya batuan dari uji Laboratorium. Pada pengujian fisik, setiap
pengujian menggunakan tiga jenis batuan, yaitu batu andesit, batugamping dan pasta
semen dengan tiga ukuran diameter berbeda. Ukuran diameter untuk batu andesit dan
batugamping yaitu 45 mm, 54 mm, dan 68 mm. Sedangkan ukuran diameter untuk
pasta semen adalah 44 mm, 55 mm, dan 70 mm. Bentuk contoh batuan yang
digunakan dalam uji three point bending adalah chevron bend, sedangkan uji
Brazilian adalah bentuk Brazilian disc. Permodelan numerik menggunakan metode
elemen hingga.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa nilai fracture toughness tipe rekahan I akan
semakin besar seiring dengan bertambahnya kekuatan batuan. Selain itu, tidak ada
efek skala untuk setiap jenis contoh batuan uji terhadap nilai fracture toughness tipe
rekahan I pada pengujian Brazilian dan three point bending. Selisih nilai fracture
toughness (KIC) untuk keseluruhan batuan uji antar kedua uji, yakni uji Brazilian dan
three point bending berkisar 0,03-0,630. Hal ini menunjukkan bahwa uji Brazilian
(Guo, dkk, 1993) dapat digunakan sebagai alternatif pengujian untuk memperoleh
nilai fracture toughness tipe rekahan I di Laboratorium Geomekanika dan Peralatan
Tambang Institut Teknologi Bandung. Dari permodelan numerik dengan metode
elemen hingga, proses pecahnya batuan dimulai dari perpotongan rekahan berbentuk
V. Hal ini ditandai dengan semakin kecilnya nilai strength factor (SF) pada model
dengan pemberian beban secara bertahap.