digilib@itb.ac.id +62 812 2508 8800











2021 DS PP TITUS HARI SETIAWAN_JURNAL.pdf)u
Terbatas Open In Flip Book Yoninur Almira
» ITB

Transportasi adalah salah satu faktor yang mempunyai hubungan kuat dengan pariwisata. Transportasi berfungsi sebagai alat untuk mengatur dan mendistribusikan wisatawan dengan pengalaman perjalanan yang menarik di suatu kawasan wisata. Namun dalam pengembangan pariwisata seringkali tidak melibatkan perencanaan transportasi di dalamnya. Permasalahan menjadi semakin kompleks dengan banyaknya pemangku kepentingan berbagai level yang berbeda mendukung atau menolak kebijakan tersebut. Kebijakan yang diputuskan seringkali ditunda atau tidak dapat dilaksanakan karena tidak mendapatkan dukungan dari beberapa pemangku kepentingan meskipun secara kriteria sudah dipenuhi. Dalam penelitian dengan metode pengambilan keputusan multi-actor multi-kriteria analysis yang selama ini telah dilakukan, belum mampu mengakomodasi perbedaan dukungan berbagai level pemangku kepentingan tersebut. Akibatnya, permasalahan transportasi di kawasan wisata yang memerlukan intervensi kebijakan tidak tertangani dan menjadi semakin komplek, seperti: kemacetan di kawasan wisata, polusi udara, kerusakan lingkungan serta dampak terhadap keberlanjutan destinasi pariwisata itu. Penelitian ini menyajikan tentang model pengambilan keputusan kebijakan transportasi yang mendukung mobilitas di kawasan wisata lindung alam-budaya yang berkelanjutan. Transportasi sebagai penunjang pergerakan akibat terjadinya aktivitas pada ruang dan waktu harus menjawab semua tujuan berbagai pemangku kepentingan yang berbeda. Transportasi harus dapat mengakomodasi semua kriteria pemangku kepentingan dalam proses pengambilan keputusan. Namun demikian walaupun kriteria semua pemangku kepentingan sudah diakomodasi, masih ada kegagalan dalam melaksanakan keputusan yang diambil karena tidak mendapat dukungan dari semua pemangku kepentingan. Penelitian ini mengembangkan multi-actor multi-criteria analysis dengan menambahkan bobot keterlibatan pemangku kepentingan sebagai salah satu faktor dalam pengambilan keputusan berkelanjutan, yang merupakan bentuk dukungan antar pemangku kepentingan dalam melakukan pengambilan keputusan bersama. Multi-actoriv multi-criteria analysis selama ini telah banyak digunakan dalam proyek transportasi. Adapun penilaiannya menggunakan bobot kriteria yang dielaborasi dari masing-masing pemangku kepentingan, dengan bobot kriteria pada masingmasing pemangku kepentingan sama yaitu satu. Penelitian ini mengembangkan bobot keterlibatan masing-masing pemangku kepentingan yang berbeda melalui penilaian partisipatif para pemangku kepentingan di kawasan tersebut. Bobot keterlibatan pemangku kepentingan adalah penilaian antar pemangku kepentingan sejawat terkait keterlibatannya dalam pengambilan keputusan suatu kebijakan, dalam hal ini adalah kebijakan transportasi. Berdasarkan hasil penilaian kriteria dari literatur yang ada yang merefleksikan tujuan dari para pemangku kepentingan maka terpilih tiga belas kriteria, dengan nilai bobot tertinggi adalah Perencanaan komprehensif, diikuti oleh keselamatan dan keamanan transportasi, sistem transportasi terintegrasi, manajemen kunjungan, sistem transportasi yang bervariasi, aksesibilitas, mendukung bisnis lokal, sistem transportasi yang berdampak rendah, transportasi yang mendukung kegiatan budaya, pengalaman kunjungan, efisiensi operasional sistem transportasi, sistem transportasi yang melindungi aset budaya. Adapun dua puluh pemangku kepentingan terpilih untuk dilibatkan dalam penilaian kebijakan transportasi di kawasan wisata alam-budaya dengan urutasn dari bobot pemangku kepentingan tertinggi sampai yang terendah adalah sebagai berikut: Dinas Perhubungan Jawa Tengah diikuti, BAPPEDA Jawa Tengah, Disporapar Jateng, Dinas Perhubungan Banjarnegara, Dinas Perhubungan Wonosobo, Dinas Pariwisata dan Kebudayaan Wonosobo, Dinas Pariwisata dan Kebudayaa Banjarnegara, Organda Wonosobo, Organda Banjarnegara, Bappeda Wonosobo, BPCB Jawa Tengah, Baperlitbang Banjarnegara, Organda Jateng, Pokdarwis Dieng Kulon, BKSDA Jateng, Pokdarwis Pandhawa, Paguyuban Homestay, ASITA, IPI dan ASPPI. Perencanaan komprehensif sebagai kriteria tertinggi yang dipilih oleh tujuh belas pemangku kepentingan dari dua puluh pemangku kepentingan yang terlibat. Hal ini menunjukkan kesadaran para pemangku kepentingan akan pentingnya perencanaan secara menyeluruh untuk mewujudkan kawasan lindung wisata alam budaya yang berkelanjutan. Implikasinya dalam rangka mengembangkan kawasan lindung wisata alam budaya yang berkelanjutan diperlukan partisipasi semua pemangku kepentingan yang terlibat dalam perencanaan yang komprehensif. Multi-actor multi-criteria analysis dengan menambahkan bobot keterlibatan stakeholder ini menghasilkan penilaian skenario kebijakan pada masing-masing pemangku kepentingan memiliki standar deviasi yang lebih rendah. Hal ini menunjukkan bahwa dukungan pemangku kepentingan dalam bentuk bobot keterlibatan pemangku kepentingan memberikan kontribusi dalam pengambilan keputusan ini. Penelitian menunjukkan bahwa pengembangan multi-actor multicriteria analysis dengan bobot kriteria dan bobot keterlibatan stakeholder ini memberikan hasil yang berbeda. Bobot kriteria memberikan kontribusi pada mobilitas berkelanjutan baik dari sisi transportasi berkelanjutan maupun destinasi wisata berkelanjutan, sedangkan bobot stakeholder memberi kontribusi kepada keberlanjutan pengambilan keputusan.v Berdasarkan hasil penelitian ini, maka saran yang diberikan adalah bahwa dalam pengambilan keputusan terhadap suatu kebijakan perlu melibatkan semua pemangku kepentingan terkait, walaupun hal ini membuat proses pengambilan keputusan menjadi semakin lama. Pengambil keputusan perlu memberi peran lebih kepada pemangku kepentingan yang memiliki bobot keterlibatan yang tinggi. Akhirnya dengan mengintegrasikan bobot keterlibatan pemangku kepentingan dalam multi-actor multi-criteria analysis menunjukkan suatu penilaian yang menyeluruh. Pemangku kepentingan menjadi mengerti bahwa ada pemangku kepentingan lain yang terlibat, yang memiliki kriteria dan potensi dukungan terhadap keputusan diambil, sehingga berimplikasi pada pelaksanaan keberlanjutan keputusan yang diambil.