Industri ayam potong di Indonesia memproduksi sekitar 3,6 juta ton daging
ayam per tahun pada tahun 2019. Proses pemotongan ayam tidak hanya
menghasilkan produk utama berupa daging ayam, tetapi juga menghasilkan produk
samping berupa limbah bulu ayam. Walaupun kandungan protein bulu ayam cukup
tinggi (mencapai 90%), protein tersebut sulit untuk dimanfaatkan untuk menjadi
bahan baku produk lain karena berada dalam bentuk keratin yang sulit untuk
didegradasi. Menurut studi literatur, degradasi keratin pada bulu ayam dapat dicapai
melalui proses hidrolisis secara kimiawi dan enzimatis. Penelitian ini dilakukan
untuk mengkaji pengaruh perlakuan awal paparan microwave (pada variasi 300,
450, dan 600 Watt) dan menentukan profil degradasi bulu ayam yang telah diberi
perlakuan awal melalui hidrolisis kimawi dengan NaOH pH 11 dan hidrolisis
enzimatis dengan enzim keratinase yang diperoleh dari konsorsium mikroba serta
menentukan parameter hidrolisis enzimatis berdasarkan persamaan logistik.
Hidrolisis dilakukan selama 60 jam dengan pengukuran massa bulu ayam kering
hasil degradasi diukur setiap 12 jam, dilakukan analysis of variance (ANOVA)
untuk menentukan pengaruh perlakuan awal terhadap degradasi bulu ayam. Pada
kedua metode hidrolisis, perlakuan awal tidak memberikan pengaruh pada
degradasi bulu ayam dengan nilai p > 0,05 untuk setiap variasi daya yang diberikan.
Pada hidrolisis kimiawi dan enzimatis, degradasi bulu ayam sampai 24 jam
kemudian cenderung stasioner. Nilai parameter a dan b pada model hidrolisis
enzimatis yang diperoleh secara berturut-turut adalah 0,589 dan 0,132 untuk
kontrol; 0,591 dan 0,068 untuk daya 300 W; 0,592 dan 0,079 untuk daya 450 W;
0,597 dan 0,082 untuk daya 600 W.