digilib@itb.ac.id +62 812 2508 8800

ABSTRAK Fajriyanto
PUBLIC Open In Flip Book Alice Diniarti

Wilayah Indonesia merupakan zona tektonik aktif yang diakibatkan oleh empat lempeng tektonik, yaitu lempeng Benua Eurasia, lempeng Samudra Indian-Australia, lempeng Samudra Pasifik dan lempeng Samudra Philipina, sehingga membentuk jalur-jalur pertemuan lempeng yang beragam. Zona pertemuan antar lempeng tersebut membentuk palung yang dikenal dengan nama zona tumbukan (subduction) selain zona tumbukan (collision) dan zona sesar geser (shear). Aktivitas lempeng Indo-Australia dan lempeng Eurasia pada zona subduksi sering menimbulkan gempa sehingga pulau Sumatra dianggap sebagai salah satu wilayah tektonik aktif di dunia. Kehadiran teknologi Global Positioning System (GPS) merupakan salah satu metode geodetik yang mendasarkan pada sistem satelit pengamatan secara ekstra terestrial. Pengamatan GPS dilakukan karena memiliki hasil time series harian serta rentang waktu yang panjang untuk mempelajari kecepatan vektor pergeseran dan variasi pola regangan tektonik di permukaan. Pendekatan metode yang digunakan dalam penelitian ini, dengan melakukan pengolahan data GPS untuk mendapatkan informasi deret waktu titik pengamatan dan vektor kecepatan. Percepatan dari vektor kecepatan pada fase co-seismic berhubungan dengan pelepasan regangan energi dari gempa pada segmen yang berdekatan. Langkah selanjutnya dengan melakukan interpolasi spasial untuk membangun model deformasi pola regangan. Akan tetapi pola percepatan dan regangan dari inter-seismic di zona subduksi Sumatra belum dipahami dengan baik. Pada penelitian ini, pola regangan yang didapatkan dari pengamatan geodetik mengalami variasi secara spasial dan temporal. Variasi ini berupa peningkatan regangan yang disebabkan oleh kejadian gempa bumi signifikan (Magnitudo > 7,0), yaitu gempa Bengkulu 2007, gempa Padang 2009 dan gempa Mentawai 2010. Pembahasan beberapa gempa di Sumatra memperlihatkan segmentasi pola regangan secara komprehensif mengalami perubahan dan bervariasi. Dengan melakukan pembagian wilayah penelitian menjadi 3 zona, yaitu zona 1, zona 2 dan zona 3, yang bertujuan untuk melihat perubahan variasi pola regangan sebelum dan setelah gempa. Dari hasil penelitian sesudah gempa Bengkulu 2007, gempa Padang 2009 dan gempa Mentawai 2010 pola regangan pada komponen utama (principal strain) dan dilatasi, memiliki pola yang hampir serupa dan bervariasi. Gempa Bengkulu 2007 menghasilkan peningkatan kompresi sebesar 0,081 mikrostrain pada zona 1; 0,227 mikrostrain pada zona 2, dan -0,032 mikrostrain pada zona 3. Gempa Padang 2009 terjadi peningkatan kompresi sebesar 0,251 mikrostrain pada zona 1; 0,074 mikrostrain pada zona 2, dan 0,139 mikrostrain pada zona 3. Pada gempa Mentawai 2010 menghasilkan peningkatan kompresi sebesar 0,614 mikrostrain pada zona 1; 0,775 mikrostrain pada zona 2, dan 0,459 mikrostrain pada zona 3. Kebaruan dari penelitian ini adalah didapatkannya variasi pola regangan yang terbentuk dari metode geodetik, dan membedakan zona yang masih terpengaruh oleh proses inter-seismic, co-seismic dan post-seismic, serta ditemukan adanya peningkatan regangan di luar bidang yang telah robek (rupture) akibat gempa.