Pada 11 Maret 2020, World Health Organization (WHO) mengumumkan secara
resmi COVID-19 sebagai pandemi. Untuk mencegah meluasnya penularan virus,
masing-masing negara mengambil kebijakan pembatasan perjalanan, termasuk
pemerintah Indonesia. Namun, akibat pemberlakukan kebijakan pembatasan
perjalanan, pekerja komuter telah mengalami perubahan cara bekerja dan
melakukan perjalanan. Bagi Provinsi DKI Jakarta yang merupakan pusat dari
ekonomi Indonesia pada saat ini, tentu hal ini berdampak cukup besar.
Penelitian ini dilakukan untuk menguji bagaimana pengaruh pandemi COVID-19
terhadap perilaku perjalanan pekerja komuter di Provinsi DKI Jakarta. Kajian ini
penting karena perubahan perilaku perjalanan pekerja komuter di Provinsi DKI
Jakarta dapat memberikan dampak bagi lalu lintas. Terdapat hipotesa tentang
adanya perubahan perilaku perjalanan sebelum masa pandemi dan pada masa
pandemi, serta perubahan perilaku perjalanan pada masa depan, setelah masa
pandemi COVID-19 berakhir.
Pada masa pandemi, telah terjadi penurunan tingkat kepadatan lalu lintas pada ruasruas jalan yang menjadi rute pekerja komuter dari tempat tinggal di area
Jabodetabek menuju ke tempat bekerja mereka yang berada di Provinsi DKI
Jakarta.. Hal ini terlihat pada hasil analisis statistik deskrptif yang menemukan
bahwa telah terjadi penurunan waktu tempuh dan biaya transportasi.
Pada hasil analisis menggunakan tabulasi silang, didapatkan bahwa telah terjadi
perpindahan pengguna transportasi umum ke kendaraan pribadi selama masa
pandemi dengan nilai signifikan dan kontribusi besar diberikan oleh pekerja
komuter dengan karakteristik laki-laki, bekerja pada sektor pemerintah,
berpendapatan tinggi, sudah berkeluarga dan mempunyai anak. Sementara itu, nilai
signifikan dan kontribusi besar diberikan oleh pekerja komuter yang meningkatkan
distribusi spasial berupa peningatan frekuensi aktivitas bekerja dari rumah adalah
mereka yang memiliki status pekerjaan pegawai pemerintah dan bertipe pekerjaan
non esensial. Lalu, nilai siginifikan dan kontribusi besar diberikan oleh pekerja
komuter yang meningkatkan distribusi temporal dengan cara mengubah pilihanii
perjalanan hanya dilakukan oleh pekerja komuter dengan karakteristik
berpendapatan tinggi.
Pada hasil analisis menggunakan PLS-SEM, ditemukan bahwa terdapat
kekhawatiran untuk menggunakan transportasi umum setelah masa pandemi
berakhir, dengan nilai signifikan dan kontribusi besar diberikan oleh kelompok
pekerja komuter dengan pendapatan rendah. Kelompok yang sama juga mendapat
nilai signifikan dan kontribusi besar pada keinginan untuk mendapatkan
pengurangan durasi tatap muka dan aktivitas kerja tim. Sedangkan, nilai signifikan
dan kontribusi besar pada indikator keinginan untuk mendapatkan jam kerja
fleksibel dan pilihan untuk melakukan perjalanan tidak pada jam sibuk, didapatkan
oleh pekerja komuter dengan tipe pekerjaan esensial.
Tingginya angka pekerja komuter yang bekerja dari rumah pada masa pandemi
tidak diikuti dengan keinginan untuk melanjutkan aktivitas ini setelah masa
pandemi berakhir. Hal ini menimbulkan pertanyaan yang dapat digunakan pada
penelitian di masa depan tentang alasan mengapa bekerja di rumah tidak menjadi
pilihan pekerja komuter. Walaupun begitu, pada penelitian ini responden berminat
untuk tetap mengurangi durasi tatap muka dan aktivitas kerja tim. Hal tersebut
merupakan tanda untuk tetap melanjutkan peningkatan distribusi spasial dengan
pilihan lokasi selain dari rumah.
Jika pemerintah daerah ingin mempertahankan agar waktu tempuh tetap dalam
tingkat yang rendah, maka perlu dibuat kebijakan yang mendorong faktor
telecommuting. Peningkatan fasilitas digital dapat dilakukan untuk mendukung
pengurangan durasi tatap muka dan aktivitas kerja tim sehingga dapat terus
berlanjut. Selain itu, perlu juga untuk mendukung lokasi-lokasi selain rumah, yang
dapat menjadi alternatif tempat bekerja seperti restoran, cafe atau co-working
space.
Kebijakan lain yang dapat menjaga rendahnya waktu tempuh saat berlalu lintas
adalah mempromosikan jam kerja fleksibel sehingga pekerja komuter dapat
melakukan perjalanan tidak pada jam sibuk. Penelitian ini menemukan angka yang
rendah untuk faktor distribusi temporal, padahal kebijakan ini dapat menjadi solusi
agar para pengguna transportasi umum tidak berdesakan saat melakukan perjalanan
pada masa pandemi.
Dalam hal terjadinya perpindahan pengguna transportasi umum ke kendaraan
pribadi, pemerintah daerah perlu mempromosikan transportasi umum pada fase
pemulihan setelah masa pandemi berakhir. Kebijakan tarif gratis yang dipadukan
dengan peningkatan tarif parkir kendaraan pribadi dapat menjadi pilihan agar
pekerja komuter baik yang berpendapatan rendah maupun tinggi dapat beralih ke
transportasi umum.