digilib@itb.ac.id +62 812 2508 8800

ABSTRAK Fatwa Azam Maulana
PUBLIC Alice Diniarti

COVER Fatwa Azam Maulana
Terbatas  Alice Diniarti
» Gedung UPT Perpustakaan

BAB 1 Fatwa Azam Maulana
Terbatas  Alice Diniarti
» Gedung UPT Perpustakaan

BAB 2 Fatwa Azam Maulana
Terbatas  Alice Diniarti
» Gedung UPT Perpustakaan

BAB 3 Fatwa Azam Maulana
Terbatas  Alice Diniarti
» Gedung UPT Perpustakaan

BAB 4 Fatwa Azam Maulana
Terbatas  Alice Diniarti
» Gedung UPT Perpustakaan

BAB 5 Fatwa Azam Maulana
Terbatas  Alice Diniarti
» Gedung UPT Perpustakaan

PUSTAKA Fatwa Azam Maulana
Terbatas  Alice Diniarti
» Gedung UPT Perpustakaan

Wahana nirawak High Altitude Long Endurance (HALE UAV) yang ditenagai oleh sumber daya hybrid telah menjadi daya tarik tersendiri bagi para peneliti dan engineer. Tenaga dorong HALE UAV tersebut dihasilkan oleh propeler dimana energinya disuplai dari sumber energi hybrid antara baterai dan sistem solar. HALE UAV yang dikembangkan di Institut Teknologi Bandung memiliki persyaratan desain dengan berat take-off maksimum sebesar 63 kg dengan kecepatan jelajah sebesar 22.1 m/s pada ketinggian 18.288 m (60.000 kaki) menggunakan dua buah propeler. Permasalahan utama yang muncul dari propeler yang diperoleh dari pasaran adalah propeler ini tidak dapat beroperasi dengan baik pada kondisi terbang jelajah pada ketinggian 18.288 m (60.000 kaki) karena kurangnya gaya dorong aerodinamik dari propeler sebagai implikasi dari rendahnya nilai densitas udara pada ketinggian tersebut. Permasalahan kedua adalah propeler tersebut beroperasi pada nilai bilangan Reynolds yang rendah, sehingga diperlukan desain konfigurasi propeler yang memiliki gaya hambat rendah. Untuk mengatasi permasalahan tersebut, diperlukan propeler yang dapat memenuhi persyaratan desain yang bisa didapatkan dengan pendekatan metode Larrabee disertai pemilihan airfoil khusus untuk bilangan Reynolds yang rendah. Metode Larrabee yang didasarkan kombinasi dari teori momentum, teori elemen bilah, dan teori vorteks digunakan untuk mendesain propeler ini dengan luaran berupa distribusi chord dan twist sepanjang span. Hasil nilai gaya dorong yang diperoleh berdasarkan metode Larrabee didapatkan selalu lebih tinggi daripada hasil simulasi CFD, sehingga diperlukan suatu proses perbaikan desain propeler. Metode pendekatan CFD yang didasarkan penyelesaian persamaan Navier-Stokes digunakan untuk mengkoreksi geometri hasil dari metode Larrabee sehingga diperoleh koreksi geometri yang dapat menghasilkan gaya dorong sesuai dengan DRO. Analisis lebih lanjut secara off-design dilakukan guna mengetahui performa karakteristik propeler dan kemampuan propeler untuk melakukan gerakan menanjak dari sea level sampai ketinggian 18.288 m (60.000 kaki). Studi ini menunjukkan bahwa nilai gaya dorong propeler hasil on-design menggunakan metode Larrabee selalu lebih tinggi dibandingkan nilai gaya dorong hasil simulasi CFD yang dengan perbedaan sebesar 20% sehingga diperlukan proses koreksi geometri menggunakan CFD. Hasil analisis implementasi propeler pada berbagai profil misi menunjukkan bahwa propeler ini dapat beroperasi secara penuh mulai dari fase terbang menanjak pada sea level sampai terbang jelajah pada ketinggian 18.288 m (60.000 kaki).