Deteksi awal infeksi virus merupakan hal yang sangat penting dalam penanganan
laju penyebaran wabah. Orang-orang yang dinyatakan positif terpapar dapat segera
melakukan isolasi mandiri dan perawatan di rumah sehingga penularan tidak
semakin meluas dan membahayakan kesehatan orang-orang disekitarnya, yang
lebih rentan apabila terpapar karena mempunyai sistem kekebalan tubuh yang
lemah, terutama seseorang dengan riwayat penyakit penyerta (komorbid). Saat ini,
standar emas untuk diagnosis COVID-19 adalah RT-PCR (Reverse Transcription
Polymerase Chain Reaction). Namun, tes ini memiliki beberapa batasan
diantaranya dari segi ketersediaan alat PCR, keterampilan penguji dalam
melakukan prosedur, dan pelanggaran terhadap protokol pembatasan jarak sosial.
Alat skrining Covid-19 lainnya seperti rapid antigen, rapid tes antibodi dan GeNose
juga memiliki keterbatasan yang sama. Karena itu, dibutuhkan pengembangan
model untuk mewujudkan tes skrining Covid-19 yang gratis, non-invasif dan dapat
dilakukan dimana saja sehingga dapat mengatasi keterbatasan-keterbatasan
tersebut. Alat pra-skrining memiliki potensi untuk dijadikan aplikasi smartphone
sehingga dapat menjangkau masyarakat lebih luas. Covid-19 diketahui menyerang
sistem saluran pernapasan, sehingga pengujian terhadap suara batuk dapat
dilakukan sebagai deteksi awal kemungkinan seseorang terpapar Covid-19. Pada
penelitian ini, kami mengembangkan sebuah model mesin pembelajaran yang dapat
melakukan klasifikasi Covid-19 melalui rekaman suara batuk. Fitur-fitur MFCC
diekstrak dari suara batuk. Kemudian, algoritme XGBoost Classifier melakukan
pelabelan suara batuk berdasarkan fitur-fitur tersebut. Kami melatih algoritme
terhadap database Virufy dan Coswara. Hasil penelitian menunjukan bahwa akurasi
model klasifikasi mencapai 86%.