digilib@itb.ac.id +62 812 2508 8800

Temperatur bawah permukaan zona subduksi di antara Pulau Flores dan Pulau Sumba, Nusa Tenggara Timur ditentukan dengan menerapkan solusi analitik dengan menggunakan persamaan aliran panas Fourier kondisi steady state 1-D menggunakan Software Excel. Penelitian ini menghasilkan grafik geotherm beserta parameter konduktivitas termal, nilai radioaktif, dan heat flow. Fokus utama pada penelitian ini adalah menggambarkan variabilitas temperatur. Temperatur memiliki peranan yang penting dalam oembentukan mineral dan pergerakan lempeng. Secara keseluruhan, nilai heat flow daerah penelitian tergolong rendah dengan rentang nilai 30 hingga 51 mW/m2. Hal ini berhubungan dengan umur daerah penelitian yang relatif tua dan hasil interpolasi antara isochorn searah pemekaran dan anomali magnetik lantai samudera yang relatif rendah. Penelitian ini memiliki keterbatasan yaitu perumusan matematis yang digunakan hanya dapat di gunakan pada kerak benua, di mana sumber panas hanya berasal dari inti bumi melalui proses konduksi. Sementara itu, pada zona partial melting sumber panas tidak hanya berasal dari inti bumi namun juga berasal dari interaksi lempeng atau friksi mekanik yang menghasilkan pelelehan pada bagian lempeng litosfer yang bergerak. Oleh karena itu, penelitian yang dilakukan pada zona partial melting hanya pada kedalaman temperatur tersebut bernilai maksimum. Terdapat peningkatan parameter pada zona partial melting yaitu nilai heat flow mencapai 51 mW/m2. Hal ini diidentifikasi sebagai panas yang di hasilkan akibat partial melting. Selain itu, nilai radioaktif yang tinggi mencapai 3,908 ?W/m2 pada kedalaman 5 km berhubungan dengan adanya magma yang terbentuk dari elemen-elemen pembentuk panas hasil dari partial melting. Nilai konduktivitas termal yang meningkat dibandingkan daerah di sekitarnya berhubungan dengan adanya perubahan tekanan yang terjadi disebabkan oleh akumulasi magma dalam ruang yang memperkecil porositas batuan sehingga menyebabkan konduktivitas termal memiliki nilai yang meningkat. Namun demikian, pemodelan ini hanya mengasumsikan lapisan terdiri dari empat litostratigrafi. Hal tersebut tidak sesuai dengan keadaan bumi yang sebenarnya, di mana pada zona subduksi memiliki kompleksitas dari segi parameter yang di uji. Oleh karena itu, dibutuhkan perumusan matematis yang lebih kompleks dan mempertimbangkan jumlah lapisan secara detail.