Temperatur bawah permukaan zona subduksi di antara Pulau Flores dan Pulau
Sumba, Nusa Tenggara Timur ditentukan dengan menerapkan solusi analitik
dengan menggunakan persamaan aliran panas Fourier kondisi steady state 1-D
menggunakan Software Excel. Penelitian ini menghasilkan grafik geotherm beserta
parameter konduktivitas termal, nilai radioaktif, dan heat flow. Fokus utama pada
penelitian ini adalah menggambarkan variabilitas temperatur. Temperatur memiliki
peranan yang penting dalam oembentukan mineral dan pergerakan lempeng.
Secara keseluruhan, nilai heat flow daerah penelitian tergolong rendah dengan
rentang nilai 30 hingga 51 mW/m2. Hal ini berhubungan dengan umur daerah
penelitian yang relatif tua dan hasil interpolasi antara isochorn searah pemekaran
dan anomali magnetik lantai samudera yang relatif rendah.
Penelitian ini memiliki keterbatasan yaitu perumusan matematis yang digunakan
hanya dapat di gunakan pada kerak benua, di mana sumber panas hanya berasal dari
inti bumi melalui proses konduksi. Sementara itu, pada zona partial melting sumber
panas tidak hanya berasal dari inti bumi namun juga berasal dari interaksi lempeng
atau friksi mekanik yang menghasilkan pelelehan pada bagian lempeng litosfer
yang bergerak. Oleh karena itu, penelitian yang dilakukan pada zona partial melting
hanya pada kedalaman temperatur tersebut bernilai maksimum. Terdapat
peningkatan parameter pada zona partial melting yaitu nilai heat flow mencapai 51
mW/m2. Hal ini diidentifikasi sebagai panas yang di hasilkan akibat partial melting.
Selain itu, nilai radioaktif yang tinggi mencapai 3,908 ?W/m2 pada kedalaman 5
km berhubungan dengan adanya magma yang terbentuk dari elemen-elemen
pembentuk panas hasil dari partial melting. Nilai konduktivitas termal yang
meningkat dibandingkan daerah di sekitarnya berhubungan dengan adanya
perubahan tekanan yang terjadi disebabkan oleh akumulasi magma dalam ruang
yang memperkecil porositas batuan sehingga menyebabkan konduktivitas termal
memiliki nilai yang meningkat. Namun demikian, pemodelan ini hanya
mengasumsikan lapisan terdiri dari empat litostratigrafi. Hal tersebut tidak sesuai
dengan keadaan bumi yang sebenarnya, di mana pada zona subduksi memiliki
kompleksitas dari segi parameter yang di uji. Oleh karena itu, dibutuhkan
perumusan matematis yang lebih kompleks dan mempertimbangkan jumlah lapisan
secara detail.