digilib@itb.ac.id +62 812 2508 8800

COVER Desta Rianto
PUBLIC Open In Flipbook Roosalina Vanina Viyazza

BAB 1 Desta Rianto
PUBLIC Open In Flipbook Roosalina Vanina Viyazza

BAB 2 Desta Rianto
PUBLIC Open In Flipbook Roosalina Vanina Viyazza

BAB 3 Desta Rianto
PUBLIC Open In Flipbook Roosalina Vanina Viyazza

BAB 4 Desta Rianto
PUBLIC Open In Flipbook Roosalina Vanina Viyazza

PUSTAKA Desta Rianto
PUBLIC Open In Flipbook Roosalina Vanina Viyazza

Seiring dengan pertumbuhan penduduk dan perkembangan wilayah, kebutuhan akan informasi akan meningkat. Salah satu cara memberikan informasi yang dibutuhkan adalah dengan penyelenggaraan TV tidak berbayar. Namun, teknologi penyiaran yang diimplementasikan di Indonesia masih menggunakan teknologi yang lama yaitu teknologi analog. Untuk dapat menghemat penggunaan frekuensi dan meningkatkan kualitas program maka harus mengadopsi teknologi siaran digital (DVB-T2). Pergantian teknologi dari analog menjadi digital bukan hanya berdampak pada infrastruktur, namun juga pada bisnis penyiaran itu sendiri. Bisnis yang terdampak paling besar adalah pada penyedia layanan siaran TV dimana peran antara penyedia konten dan penyelenggara jaringan akan dipisahkan. Hal ini karena teknologi digital yang memungkinkan untuk mendistribusikan lebih dari 1 progam di 1 frekuensi. Penyelenggara jaringan menjadi sangat penting karena merupakan “nyawa” dalam distribusi konten siaran ke masyarakat. Untuk itu regulasi, model bisnis dan pengawasan terhadap entitas yang menjadi penyelenggara jaringan harus sangat adil dan professional. Analsisi PESTEL akan digunakan untuk melihat kondisi sekarang (skala Nasional) dan mengetahui garis besar masalah yang dihadapi di Indonesia. Kemudian akan dilakukan wawancara dan survey mengenai metode penyelenggaran jaringan seperti apa yang cocok diimplementasikan di Indonesia (Single MUX, Multi MUX atau yang lain), apa hambatan-hambatan yang mungkin muncul, strategi mempercepat implementasi dan potensi-potensi lainnya di teknologi digital. Hasil dari data utama (wawancara dan survey) dan data pendukung dianalisa menggunakan analisa SWOT dan ditransformasikan menjadi analisa TOWS untuk mendapatkan strategi-strategi yang dapat dilakukan oleh pemerintah dan penyedia layanan TV. Dapat disimpulkan bahwa implementasi di Indonesia sebaiknya menggunakan Single MUX dan Multi MUX sesuai dengan wilayah layanan. Hambatan yang mungkin muncul seperti biaya implementasi yang tinggi dan terlalu singkat (2 tahun) sebelum Analogue Switch Off (ASO)dan juga sumber daya manusia harus dapat diselesaikan sesegera mungkin. Adapun peraturan turunan dari UU Cipta Kerja yang mengatur ASO harus segera dibuat oleh pemerintah mengingat masa simulcast yang hanya 2 tahun.