Penyakit layu Fusarium pada pisang disebabkan oleh Fusarium oxysporum f.sp.
cubense (Foc), yang menginfeksi melalui akar tanaman pisang. Penyakit ini masih
merupakan kendala besar pada industri pisang di dunia dan juga di Indonesia. Saat
ini usaha penanggulangan penyakit sudah dilakukan namun menimbulkan efek
negatif seperti pencemaran fumigan dan resistansi fungisida, sehingga diperlukan
alternatif solusi penganggulangan yang lebih baik, salah satunya dengan
pembentukan tanah supresif. Tanah supresif secara alami mampu menekan
patogen. Dalam perkembangannya, selain menggunakan pendekatan cultur
dependent, pendekatan metagenomik menjadi alternatif pada studi tanah supresif.
Analisis jaringan dan prediksi fungsional menggunakan marka gen 16S rRNA
untuk mengetahui interaksi bakteri dan perannya secara lebih mendalam dalam
pembentukan tanah supresif juga menjadi tantangan dalam studi tanah supresif.
Penelitian ini bertujuan untuk memperoleh informasi struktur komunitas, pola cooccurrence
network, prediksi keystone taxa serta prediksi fungsional bakteri
rizosfer yang mempengaruhi pembentukan tanah supresif penyakit layu Fusarium
pada tanaman pisang melalui pendekatan metagenomik 16S rRNA. Dua sampel
tanah supresif diambil dari tanah sekitar akar tanaman pisang berkondisi sehat
sedangkan dua sampel tanah kondusif diambil dari tanah sekitar akar tanaman
pisang yang sudah terinfeksi Foc. Isolasi DNA dilakukan menggunakan
ZymoBIOMICS™ DNA Miniprep Kit dan kemudian dilakukan sekuensing
menggunakan Illumina HiSeq 2500 System. Analisis bioinformatika data hasil
sekuensing dilakukan menggunakan QIIME2 2019.10 sebagai pipeline utama
dengan pangkalan data taksonomi SILVA 138. Cytoscape 3.7.2 digunakan untuk
analisis inferensi jaringan serta PICRUSt2 digunakan untuk analisis prediksi
fungsional berbasis marka gen 16S rRNA. Berdasarkan analisis bioinformatika,
diperoleh informasi diversitas alfa pada tanah supresif lebih rendah tapi tidak
berbeda nyata (P > 0,05) dibanding pada tanah kondusif, sedangkan diversitas beta
menunjukkan sampel tanah supresif membentuk satu klaster bersama sedangkan
pada tanah kondusif tidak membentuk klaster. Kelompok Rokubacteria
memberikan nilai kelimpahan relatif lebih tinggi dan berbeda nyata (P ? 0,05) dari
tingkat Filum (Methylomirabilota) hingga tingkat genus (Rokubacteriales) pada
semua tanah supresif (3 % - 4 %) dibandingkan pada tanah kondusif (0,6 % - 1%).
Pola co-occurrence network pada tanah supresif memperlihatkan jumlah interaksi
positif lebih tinggi (1238) dibanding interaksi negatif (1150). Pada tanah supresif
terjadi pembentukan modul jaringan terpisah yang hanya memiliki interaksi positif
dengan Rokubacteria sebagai salah satu nodusnya. Berdasarkan analisis jaringan,
Rokubacteriales diprediksi sebagai salah satu keystone taxa pada tanah supresif
dengan nilai degree=16, closeness centrality=1 dan beetweness centrality=0,077,
bersama 3 genus lainnya (Collinsella, IMCC26256 dan TK10). Prediksi fungsional
berupa jalur terkait biosintesis terpenoid dan metabolit sekunder lainnya serta jalur
terkait biosintesis salicylic acid dan O-antigen memiliki kelimpahan lebih tinggi (P
> 0,05) pada tanah supresif Sedangkan kelimpahan jalur terkait biosintesis
antibiotik lebih tinggi (P ? 0,05) pada tanah supresif dan kelimpahan jalur terkait
degradasi terpen lebih tinggi (P ? 0,05) pada tanah kondusif. Rokubacteria memiliki
gen NRPS/PKS yang diduga berperan sebagai agen antibiosis yang berkorelasi
dalam pembentukan tanah supresif Foc. Namun mekanisme yang terjadi belum
diketahui secara jelas.