digilib@itb.ac.id +62 812 2508 8800

Penyakit layu Fusarium pada pisang disebabkan oleh Fusarium oxysporum f.sp. cubense (Foc), yang menginfeksi melalui akar tanaman pisang. Penyakit ini masih merupakan kendala besar pada industri pisang di dunia dan juga di Indonesia. Saat ini usaha penanggulangan penyakit sudah dilakukan namun menimbulkan efek negatif seperti pencemaran fumigan dan resistansi fungisida, sehingga diperlukan alternatif solusi penganggulangan yang lebih baik, salah satunya dengan pembentukan tanah supresif. Tanah supresif secara alami mampu menekan patogen. Dalam perkembangannya, selain menggunakan pendekatan cultur dependent, pendekatan metagenomik menjadi alternatif pada studi tanah supresif. Analisis jaringan dan prediksi fungsional menggunakan marka gen 16S rRNA untuk mengetahui interaksi bakteri dan perannya secara lebih mendalam dalam pembentukan tanah supresif juga menjadi tantangan dalam studi tanah supresif. Penelitian ini bertujuan untuk memperoleh informasi struktur komunitas, pola cooccurrence network, prediksi keystone taxa serta prediksi fungsional bakteri rizosfer yang mempengaruhi pembentukan tanah supresif penyakit layu Fusarium pada tanaman pisang melalui pendekatan metagenomik 16S rRNA. Dua sampel tanah supresif diambil dari tanah sekitar akar tanaman pisang berkondisi sehat sedangkan dua sampel tanah kondusif diambil dari tanah sekitar akar tanaman pisang yang sudah terinfeksi Foc. Isolasi DNA dilakukan menggunakan ZymoBIOMICS™ DNA Miniprep Kit dan kemudian dilakukan sekuensing menggunakan Illumina HiSeq 2500 System. Analisis bioinformatika data hasil sekuensing dilakukan menggunakan QIIME2 2019.10 sebagai pipeline utama dengan pangkalan data taksonomi SILVA 138. Cytoscape 3.7.2 digunakan untuk analisis inferensi jaringan serta PICRUSt2 digunakan untuk analisis prediksi fungsional berbasis marka gen 16S rRNA. Berdasarkan analisis bioinformatika, diperoleh informasi diversitas alfa pada tanah supresif lebih rendah tapi tidak berbeda nyata (P > 0,05) dibanding pada tanah kondusif, sedangkan diversitas beta menunjukkan sampel tanah supresif membentuk satu klaster bersama sedangkan pada tanah kondusif tidak membentuk klaster. Kelompok Rokubacteria memberikan nilai kelimpahan relatif lebih tinggi dan berbeda nyata (P ? 0,05) dari tingkat Filum (Methylomirabilota) hingga tingkat genus (Rokubacteriales) pada semua tanah supresif (3 % - 4 %) dibandingkan pada tanah kondusif (0,6 % - 1%). Pola co-occurrence network pada tanah supresif memperlihatkan jumlah interaksi positif lebih tinggi (1238) dibanding interaksi negatif (1150). Pada tanah supresif terjadi pembentukan modul jaringan terpisah yang hanya memiliki interaksi positif dengan Rokubacteria sebagai salah satu nodusnya. Berdasarkan analisis jaringan, Rokubacteriales diprediksi sebagai salah satu keystone taxa pada tanah supresif dengan nilai degree=16, closeness centrality=1 dan beetweness centrality=0,077, bersama 3 genus lainnya (Collinsella, IMCC26256 dan TK10). Prediksi fungsional berupa jalur terkait biosintesis terpenoid dan metabolit sekunder lainnya serta jalur terkait biosintesis salicylic acid dan O-antigen memiliki kelimpahan lebih tinggi (P > 0,05) pada tanah supresif Sedangkan kelimpahan jalur terkait biosintesis antibiotik lebih tinggi (P ? 0,05) pada tanah supresif dan kelimpahan jalur terkait degradasi terpen lebih tinggi (P ? 0,05) pada tanah kondusif. Rokubacteria memiliki gen NRPS/PKS yang diduga berperan sebagai agen antibiosis yang berkorelasi dalam pembentukan tanah supresif Foc. Namun mekanisme yang terjadi belum diketahui secara jelas.