digilib@itb.ac.id +62 812 2508 8800

2020 TA PP ELIZABETH ERICA RATNASARI 1.pdf?
Terbatas Noor Pujiati.,S.Sos
» ITB

Masyarakat keturunan etnis Tionghoa telah menjadi suatu entitas yang tidak dapat lepas dalam struktur masyarakat di Indonesia. Namun, proses asimilasi dan akulturasi budaya tersebut dapat dikatakan belum berjalan sempurna. Di tengah kompleksitas persoalan identitas dan budaya, penulis berada di antaranya––sebagai penganut budaya dualisme kental dalam keluarga dan pengaruh culture shock ketika ditempatkan dalam lingkup mayoritas. Dalam hal ini, muncul krisis eksistensi dalam diri penulis yang melibatkan pembabakan antara lingkungan sebelum, lingkungan aktual, dan lingkungan yang akan datang. Ruang lingkup permasalahan yang dikaji mencoba merepresentasikan ketiga babak tersebut melalui karya lukis yang dibekali pemahaman akan sejarah dan latar belakang budaya Tionghoa di Indonesia serta proses kreativitas yang meliputinya. Metode untuk memaparkan gagasan dan visual karya menggunakan pendekatan berkarya seni rupa yang mengacu pada Teori Seni sebagai Representasi W. J. T. Mitchell dan Teori Seni sebagai Simbol Susanne Knauth Langer. Selain itu, teori penunjang yang digunakan sebagai komplemen untuk mendukung gagasan dan visual karya adalah Teori Simulasi dan Hiperrealitas serta Teori Imagologi dan Gaya Hidup yang keduanya ditulis oleh Yasraf Amir Piliang. Keseluruhan proses penentuan gagasan ini membawa penulis pada penamaan judul karya “Jika Aku Menjadi”. Karya series “Jika Aku Menjadi” secara keseluruhan merepresentasikan diri penulis sebagai subjek yang sedang bermain peran––wujud luar penulis, melainkan peran tersebut sedang melaksanakan suatu kegiatan yang tidak sinkron dengan profesi yang dianut. Bentuk permainan profesi dipilih sebagai simbolisme akan paradoksal budaya yang melatarbelakangi dan membentuk pribadi penulis menjadi seperti saat ini. Penggayaan deformatif dengan penambahan volume pada tubuh subjek, serta pengaplikasian warna cerah dan raw brush stroke atau mentah sebagai komplementer, bertujuan mendapatkan penggambaran visual yang naif. Adapun, medium yang digunakan oleh penulis adalah cat akrilik. Pada akhirnya, karya lukisan “Jika Aku Menjadi” kembali lagi sebagai sarana afirmasi dan satiris untuk mengungkapkan kompleksitas latar belakang budaya penulis sehingga mampu meletakkan dirinya dalam realitas kehidupan.