Indonesia termasuk dalam lima besar negara dengan kasus ISPA terbanyak, yaitu sebanyak 6
juta kasus per tahun. Hasil Riskesdas Kementerian Kesehatan RI menyatakan bahwa prevalensi ISPA
pada tahun 2007 dan 2013 tidak jauh berbeda (25,5% dan 25%) yang menunjukkan bahwa
pengendalian dan penatalaksanaan ISPA masih belum optimal. Pada tahun 2004 dilaporkan bahwa
faringitis akut masuk dalam 10 besar kasus terbanyak pada pasien rawat jalan dengan persentase
jumlah pasien 1,5% atau sebanyak 214.781 orang. Faringitis merupakan infeksi atau peradangan pada
mukosa faring atau tenggorok dan umumnya meluas ke jaringan sekitarnya.Insidensi terjadinya
faringitis akut akibat virus adalah 40-60% sedangkan yang disebabkan oleh bakteri sebesar 5-40%.
Identifikasi penyebab infeksi faringitis akut merupakan kunci utama dalam menentukan penanganan
yang optimal bagi pasien. Penggunaan obat dikatakan rasional jika pasien menerima obat sesuai
dengan kebutuhan kliniknya, dengan dosis yang sesuai, untuk periode waktu yang adekuat, serta
dengan harga yang paling murah dan terjangkau oleh sebagian besar masyarakat.Penelitian ini
bertujuan untuk mengevaluasi rasionalitas penggunaan obat, mengidentifikasi dampak
ketidakrasionalan, melihat keterkaitan antara POR dengan insidensi dan prevalensinya, serta
membuktikan apakah terapi antibiotik dibutuhkan bagi pasien faringitis akut. Penelitian ini merupakan
farmakoepidemiologi deskriptif dan observasional dengan melibatkan insidensi dan prevalensi,
evaluasi POR, yang dilakukan secara retrospektif dan konkuren di dua Puskesmas, yaitu Puskesmas
Ibrahim Adjie dan Cimahi Selatan. Penelitian ini diawali dengan penelusuran pustaka yang dilanjutkan
dengan penentuan kriteria pasien yang menjadi subjek studi serta kriteria POR. Berdasarkan kriteria
yang ditetapkan dilakukan pengumpulan dan analisis data. Sebanyak 88,24% pasien menerima terapi
antibiotik namun hanya 8,23% pasien yang memiliki indikasi untuk diberikan antibiotik, dan terjadi
80,01% overprescribing antibiotik pada penanganan faringitis akut di kedua puskesmas. Sebanyak,
8,98% antibiotik yang diberikan bukan antibiotik pilihan. Tidak terdapat perbedaan hasil terapi yang
bermakna antara kelompok pasien yang diterapi dengan antibiotik dan tanpa antibiotik pada rentang
kepercayaan 95% (p=0,3554). Terdapat 62,435 Penggunaan kortikosteroid yang tidak rasional pada
penanganan faringitis akut di kedua puskesmas. Insidensi dan prevalensi faringitis akut di Puskesmas
Ibrahim Adjie adalah 2,45% dan 2,31% dengan ketidakrasionalan 83,82%. Sementara itu, insidensi
dan prevalensi faringitis akut di Puskesmas Cimahi Selatan adalah 2,81% dan 2,64% dengan
ketidakrasionalan sekitar 91,29%. Data ini menunjukkan bahwa penggunaan obat pada penanganan
faringitis akut di kedua puskesmas dinilai tidak rasional. Pemberian antibiotik tidak lebih optimal pada
penanganan faringitis akut, karena sekitar 70% penyebab faringitis akut adalah virus. Terjadi
peningkatan insidensi dan prevalensi sekitar 0,5-1% dibandingkan pada tahun 2004 yang menjadi
salah satu indikator terjadinya penurunan mutu pelayanan kesehatan.