Glomerulonefritis adalah suatu proses patofisiologis ginjal dengan etiologi umum
berupa gangguan mekanisme imunologi, sehingga terjadi gangguan fungsi normal
ginjal, khususnya bagian glomerular ginjal baik secara akut maupun kronis yang
ditandai dengan tanda dan gejala yang berkaitan dengan glomerulonefritis berupa
sindrom nefritik dengan karakteristik utama berupa adanya luka inflamasi, dan
sindrom nefrotik dengan karakteristik utama berupa adanya proteinuria.
Glomerulonefritis yang bersifat kronis dan tidak ditangani dengan baik, akan
berakibat pada timbulnya penyakit gagal ginjal atau End-Stage Renal Disease
(ESRD). Penelitian ini bertujuan untuk mengkaji pengobatan penyakit
glomerulonefritis dengan Sindrom Nefritik Akut (SNA) dan glomerulonefritis
dengan Sindrom Nefrotik (SN) dalam hal penyembuhan dan pencegahan
perparahan kondisi tersebut ke tingkat yang lebih tinggi seperti penyakit gagal
ginjal atau ESRD, di antaranya melalui evaluasi penggunaan obat (EPO) pada
pasien glomerulonefritis dengan sindrom nefritik akut dan pasien
glomerulonefritis dengan sindrom nefrotik. Penelitian ini dilakukan secara
retrospektif dan konkuren melalui pendataan buku status, kartu obat, dan
wawancara langsung kepada pasien glomerulonefritis dengan sindrom nefritik
akut dan pasien glomerulonefritis dengan sindrom nefrotik. Penelitian secara
retrospektif dilakukan pada pasien-pasien yang dirawat selama tahun 2011 dan
penelitian secara konkuren dilakukan selama Bulan Desember 2012 –Febuari
2013. Dari penelitian ini, diperoleh hasil berupa jenis golongan obat yang umum
digunakan sebagai terapi utama pada penanganan pasien sindrom nefritik akut
adalah diuretik (17,8% dan 47,4%) dan antibiotik (15,3% dan 28,6%), serta pada
penanganan pasien sindrom nefrotik adalah kortikosteroid (33,3% dan 35,2%) dan
antineoplastik (21,6% dan 22,1%). Kesesuaian pemilihan obat pada pasien
sindrom nefritik akut dan pasien sindrom nefrotik tergolong sudah sesuai dengan
kondisi klinis dan diagnosis pasien (88,9% dan 100% pada pasien SNA dan 100%
pada pasien SN) dengan ketepatan pemberian dosis yang lebih baik ditunjukkan
oleh kelompok pasien SNA (76,3 dan 94,8%) dibandingkan kelompok pasien SN
(76 dan 76,7%). Interaksi obat yang terjadi baik pada pasien sindrom nefritik akut
ii
maupun pasien sindrom nefrotik, menunjukkan kejadian yang lebih besar pada
hasil analisis secara konkuren (18,2% SNA dan 19% SN) dibandingkan
retrospektif (11,8% SNA dan 0% SN), namun tidak berbeda bermakna secara
statistik dengan nilai signifikansi sebesar 0,731. Kejadian efek obat yang
merugikan obat juga lebih teramati pada hasil analisis secara konkuren ( 18,8%
SNA dan 47,6% SN) dibandingkan retrospektif ( 22,2% SNA dan 5% SN), serta
menunjukkan perbedaan yang bermakna secara statistik dengan nilai signifikansi
sebesar 0,012 yang mengindikasikan bahwa analisis kejadian efek obat yang
merugikan lebih tepat dilakukan secara konkuren yang tidak hanya bersumber
pada rekam medik, tetapi juga dengan intervensi berupa wawancara dengan pasien
dan diskusi sejawat.
Perpustakaan Digital ITB