Penderita hiperurikemia di Indonesia saat ini memiliki kecenderungan yang meningkat dan obatobatan yang tersedia untuk mengatasi hiperurikemia saat ini masih terbatas. Oleh karena itu,
masyarakat di Indonesia banyak yang menggunakan obat-obatan herbal yang dianggap dapat
meminimalkan efek samping. Obat-obat herbal untuk asam urat yang banyak dijual di pasaran
adalah jenis jamu yang telah terbukti secara empiris. Tujuan penelitian ini adalah menentukan
metode pengukuran untuk menentukan faktor koreksi pemeriksaan urikemia antara serum
manusia dan tikus. Saat ini dalam melakukan uji pre klinik untuk menentukan efek
antihiperurikemia dilakukan pengujian dengan menggunakan kit pereaksi yang digunakan untuk
mengukur kadar asam urat darah pada manusia dikarenakan tidak tersedia kit pereaksi asam urat
untuk tikus. Penelitian ini diawali dengan penentuan puncak panjang gelombang asam urat dengan
menggunakan spektrofotometer uv-vis, dan hasil menunjukkan puncak berada pada 290 nm
dengan absorbansi 0.8666. Selanjutnya dilakukan pengukuran absorbansi serum manusia dan tikus
yang ditambahkan asam urat murni dengan menggunakan masing-masing tiga sampel serum
manusia dan tikus dalam dua kali pengukuran. Penelitian ini dilakukan sesuai dengan metode
standar adisi untuk melihat adanya korelasi antara konsentrasi serum asam urat manusia dan tikus.
Berdasarkan perhitungan dengan menggunakan metode standar adisi, konsentrasi serum asam
urat manusia dan tikus menunjukkan hasil secara berturut-turut adalah 4.67 mg/dL dan 1.3 mg/dL.
Dari penelitian ini dapat disimpulkan bahwa dalam pengujian suatu obat atau ekstrak yang
menggunakan tikus, perlu diperhatikan bahwa kadar asam urat tikus lebih rendah dari manusia
dikarenakan tikus memiliki urikase sedangkan manusia tidak memiliki urikase.