Tingkat kematangan pisang dapat ditentukan berdasarkan perubahan warna, tekstur, dan sifat kimia. Warna pada kulit pisang biasanya berubah dari hijau menjadi kuning. Perubahan warna tersebut disebabkan adanya penurunan jumlah klorofil pada bagian kulit pisang. Secara umum konsumen memprediksi pisang secara visual, kemudian dibandingkan dengan standar chart warna kematangan pisang. Namun pengamatan secara visual bersifat subyektif sehingga hasil prediksi tidak konsisten.
Pada penelitian ini dilakukan pengembangan algoritma sistem klasifikasi tingkat kematangan buah pisang berdasarkan perubahan warna pada saat proses pematangan. Perubahan warna diamati dengan cara mengakuisisi citra setiap sampel pisang sebanyak 12 pisang. Untuk mendapatkan hasil yang optimal, setiap citra terlebih dahulu dipisahkan antara obyek pisang dengan background menggunakan teknik threshold. Setelah itu untuk dilakukan ekstrak fitur/ciri warna pada empat jenis ruang warna yaitu: RGB, HSV, L*a*b*, dan Lch. Fitur-fitur warna tersebut dianalisis dan dijadikan sebagai dataset untuk proses klasifikasi pada setiap ruang warna, gabungan dari seluruh ruang warna, maupun gabungan beberapa parameter ruang warna.
Proses klasifikasi dilakukan dengan menggunakan support vector machine (SVM), decision tree (DT), dan random forest (RF). Pada penelitian ini model SVM yang digunakan ada dua jenis yaitu, SVM+kernel linear (SVM-L) dan SVM+kernel radial (SVM-R). Model klasifikasi dibangun dengan perbandingan 70% sebagai data training dan 30% data tes. Setiap klasifikasi dilakukan pengulangan sebanyak 1000 kali. Performa seluruh model dievaluasi dengan menggunakan confusion matrix. Evaluasi model klasifikasi dilakukan menggunakan 33 citra sampel yang diambil secara acak dari total keseluruhan sampel pada tingkat kematangan 2 sampai 5.
Pada penelitian ini model SVM-L menunjukkan hasil yang paling baik untuk setiap ruang warna maupun gabungan parameter ruang warna dimana nilai rata-rata akurasi yang dihasilkan adalah 85,64% ± 5,26%. Secara keseluruhan akurasi paling tinggi dihasilkan oleh model SVM-L pada ruang warna Lch dan L*a*b* yaitu (86,74% ± 5,22%), (85,94% ± 5,49%). Untuk akurasi paling rendah dihasilkan oleh model SVM-R untuk setiap ruang warna dengan nilai rata-rata (70,79% ± 7,36%). Secara keseluruhan model SVM-R memberikan hasil akurasi paling rendah pada ruang warna RGB yaitu (53,20% ± 7,79%). Model SVM-R tidak mampu memprediksi tingkat kematangan pada level 2 dan 3.