digilib@itb.ac.id +62 812 2508 8800

ABSTRAK Melati Puspadewi
Terbatas Irwan Sofiyan
» ITB

COVER Melati Puspadewi
Terbatas  Irwan Sofiyan
» Gedung UPT Perpustakaan

BAB 1 Melati Puspadewi
Terbatas  Irwan Sofiyan
» Gedung UPT Perpustakaan

BAB 2 Melati Puspadewi
Terbatas  Irwan Sofiyan
» Gedung UPT Perpustakaan

BAB 3 Melati Puspadewi
Terbatas  Irwan Sofiyan
» Gedung UPT Perpustakaan

BAB 4 Melati Puspadewi
Terbatas  Irwan Sofiyan
» Gedung UPT Perpustakaan

BAB 5 Melati Puspadewi
Terbatas  Irwan Sofiyan
» Gedung UPT Perpustakaan

PUSTAKA Melati Puspadewi
Terbatas  Irwan Sofiyan
» Gedung UPT Perpustakaan

Koinfeksi HIV dan HCV memiliki prevalensi yang tinggi di dunia, termasuk di Indonesia. Data menunjukkan bahwa pada kelompok IDU, prevalensi koinfeksi HCV dapat melebihi 50% dari total pasien HIV. Telah diketahui juga bahwa koinfeksi ini akan membuat kerusakan hati yang lebih cepat dan lebih parah pada pasien HIV, sehingga mengakibatkan tingginya resiko kematian jika tidak segera diobati. Akan tetapi, terapi HIV dan HCV menghabiskan biaya yang besar serta beresiko cukup tinggi terhadap kesehatan pasien. Karena itu, dibutuhkan metode pemantauan yang efektif serta efisien selama periode terapi. Saat ini, tes diagnostik komersial yang tersedia belum dapat diakses oleh sebagian besar pasien HIV dan HCV disebabkan oleh harga yang terbilang mahal. Oleh karena itu, penelitian ini bertujuan untuk mengembangkan suatu metode uji diagnostik untuk mendeteksi HIV-1 dan HCV dengan sensitivitas dan spesifisitas yang tinggi serta biaya yang terjangkau oleh pasien. Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah real-time PCR multipleks berbasis SYBR Green. Pasangan primer yang telah didesain menargetkan sekuens sepanjang 95 bp di 5’LTR HIV-1 dan 87 bp di 5’UTR HCV. Dalam penelitian ini digunakan dua plasmid rekombinan, yang masing-masing sudah memiliki fragmen gen HCV dan HIV, sebagai kontrol positif. Linearitas dan limit deteksi ditentukan melalui pengujian kontrol positif dengan konsentrasi 108 hingga 500 kopi/mL. Hasil menunjukkan bahwa masingmasing amplikon memiliki titik leleh (Tm) yang spesifik. Tm amplikon HIV-1 sebesar 82,6 ± 0,4 oC, sementara amplikon HCV sebesar 84,6 ± 0,4 oC. Analisis menggunakan larutan standar menunjukkan bahwa metode uji ini memiliki lineritas yang sangat baik dengan nilai R2 > 0,99. Limit deteksi metode uji ini adalah 1000 kopi/mL untuk uji singleplex dan 5000 kopi/mL untuk uji multipleks. Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa dalam penelitian ini, telah berhasil dirancang suatu tes diagnostik lokal yang dapat menjadi metode alternatif dalam pemantauan keberhasilan pengobatan HIV dan HCV. Namun, penelitian lebih lanjut perlu dilakukan untuk meningkatkan sensitivitas dari tes diagnostik yang dikembangkan.