COVER Maykel Gautama
Terbatas  Latifa Noor
» Gedung UPT Perpustakaan
Terbatas  Latifa Noor
» Gedung UPT Perpustakaan
BAB 1 Maykel Gautama
Terbatas  Latifa Noor
» Gedung UPT Perpustakaan
Terbatas  Latifa Noor
» Gedung UPT Perpustakaan
BAB 2 Maykel Gautama
Terbatas  Latifa Noor
» Gedung UPT Perpustakaan
Terbatas  Latifa Noor
» Gedung UPT Perpustakaan
BAB 3 Maykel Gautama
Terbatas  Latifa Noor
» Gedung UPT Perpustakaan
Terbatas  Latifa Noor
» Gedung UPT Perpustakaan
BAB 4 Maykel Gautama
Terbatas  Latifa Noor
» Gedung UPT Perpustakaan
Terbatas  Latifa Noor
» Gedung UPT Perpustakaan
BAB 5 Maykel Gautama
Terbatas  Latifa Noor
» Gedung UPT Perpustakaan
Terbatas  Latifa Noor
» Gedung UPT Perpustakaan
Plastik merupakan material yang sering dijumpai pada berbagai bidang di dalam kehidupan sehari-hari. Plastik umumnya disintesis menggunakan bahan baku petrokimia dan memiliki sifat sulit terdegradasi di alam sehingga berdampak negatif pada lingkungan. Untuk mengatasi hal tersebut, alternatif plastik dari bahan baku yang mudah didegradasi semakin dikembangkan. Salah satu diantaranya merupakan hasil sintesis dari mikroba. Polyhydroxyalkanoate (PHA) merupakan bahan baku dalam pembuatan bioplastik yang dihasilkan oleh beberapa bakteri tertentu sebagai metabolit sekunder ketika bakteri ini ditumbuhkan pada media yang kaya dengan sumber karbon. Salah satu jenis bakteri penghasil bioplastik adalah bakteri ekstremofil kelompok halofilik, yaitu bakteri yang dapat beradapatasi pada kondisi lingkungan dengan salinitas tinggi. Pada penelitian ini, sampel bakteri halofilik asal Kawah Lumpur Bledug Kuwu, Purwodadi, Jawa Tengah, dieksplorasi potensinya sebagai penghasil PHA. Bakteri potensial diseleksi dengan menumbuhkan bakteri tersebut pada media yang mengandung Nile red yang akan bereaksi dengan PHA dan menghasilkan pendaran berwarna jingga ketika dipaparkan sinar ultraviolet (UV). Dari hasil seleksi ini diperoleh satu bakteri potensial penghasil PHA yang memberikan pendaran jingga paling baik di bawah paparan sinar UV. Selanjutnya, bakteri halofilik ini diidentifikasi spesiesnya dengan menentukan urutan gen 16S rRNA dari bakteri tersebut. Berdasarkan analisis kekerabatan dengan metode analisis filogenetik diketahui bahwa urutan gen dari bakteri ini berkerabat paling dekat dengan Staphylococcus arlettae. Karena itu, bakteri yang digunakan pada penelitian ini diberi nama Staphylococcus arlettae BK-HRG1. Tahap berikutnya adalah produksi PHA dari bakteri yang ditumbuhkan pada media dengan dua jenis sumber karbon, yaitu glukosa dan minyak sawit. Hasil produksi PHA menunjukkan bahwa sumber karbon minyak sawit memberikan hasil yang lebih baik dibandingkan dengan glukosa, sehingga pada produksi PHA selanjutnya hanya digunakan minyak sawit sebagai sumber karbon. Dari hasil optimasi produksi PHA diperoleh bahwa kondisi produksi paling optimal ketika bakteri ditumbuhkan pada media yang mengandung 2% minyak sawit sebagai sumber karbon, 7% NaCl dan kecepatan aerasi 150 rpm selama 24 jam. PHA yang diperoleh kemudian dikarakterisasi strukturnya menggunakan Fourier Transform Infrered (FT-IR), dan dianalisis sifat termalnya dengan menggunakan Differential Scanning Calorimetry (DSC). Hasil karakterisasi struktur sampel PHA memberikan pola spektrum FT-IR yang bersesuaian dengan pola spektrum PHB standar yang telah dipublikasi, yaitu gugus –OH (3500 cm-1), gugus C-H (2900 cm-1), gugus C=O (1600 cm-1), dan gugus –CH3 (1400 cm-1). Dari hasil karakterisasi sifat termal dengan DSC diketahui bahwa sampel PHB yang dihasilkan memiliki titik leleh pada 169 °C dan indeks kristalinitas sebesar 36,5%. Penelitian ini menunjukkan bahwa bakteri halofilik lokal, Staphylococcus arlettae BK-HRG1, merupakan penghasil PHB alami dari bahan baku minyak sawit.