digilib@itb.ac.id +62 812 2508 8800

ABSTRAK Nadya Putri Novianti
PUBLIC Latifa Noor

COVER Nadya Putri Novianti
Terbatas  Latifa Noor
» Gedung UPT Perpustakaan

BAB1 Nadya Putri Novianti
Terbatas  Latifa Noor
» Gedung UPT Perpustakaan

BAB2 Nadya Putri Novianti
Terbatas  Latifa Noor
» Gedung UPT Perpustakaan

BAB3 Nadya Putri Novianti
Terbatas  Latifa Noor
» Gedung UPT Perpustakaan

BAB4 Nadya Putri Novianti
Terbatas  Latifa Noor
» Gedung UPT Perpustakaan

BAB5 Nadya Putri Novianti
Terbatas  Latifa Noor
» Gedung UPT Perpustakaan

PUSTAKA Nadya Putri Novianti
PUBLIC Latifa Noor

Korosi merupakan permasalahan penting bagi sektor industri di Indonesia terutama sektor industri perminyakan dan gas bumi. Di pertambangan minyak dan gas bumi, minyak mentah atau fluida gas dialirkan melalui pipa baja karbon. Namun pipa baja karbon rentan mengalami korosi baik dari permukaan bagian luar maupun bagian dalam. Pencegahan korosi paling efisien pada bagian dalam pipa dilakukan dengan menginjeksikan inhibitor kimia, khususnya inhibitor kimia senyawa organik yang merupakan inhibitor ramah lingkungan. Vanilin merupakan green corrosion inhibitor sehingga diharapkan senyawa turunannya memiliki fungsi yang sama. Pada penelitian ini dilakukan sintesis senyawa turunan vanillin (senyawa 1), yaitu asam vanilat (senyawa 2) melalui reaksi oksidasi senyawa 1 dan senyawa turunan pirimidon, yaitu etil 4-(4-hidroksi-3-metoksifenil)-6-metil-2-okso- 1,2,3,4-tetrahidropirimidon-5-karboksilat (senyawa 3) yang disintesis melalui reaksi kondensasi Biginelli senyawa 1 dengan urea dan etil asetoasetat. Berdasarkan pengukuran spektrum FTIR senyawa 2, terdapat puncak vibrasi pada bilangan gelombang 2951 cm-1 yang menunjukkan gugus O-H pada asam karboksilat dan pada bilangan gelombang 1680 cm-1 yang menunjukkan gugus C=O pada asam karboksilat. Sedangkan pada hasil pengukuran spektrum FTIR senyawa 3, terdapat puncak vibrasi pada bilangan gelombang 3360 cm-1 yang menunjukkan gugus N-H, 1700 cm-1 yang menunjukkan gugus C=O pada ester, dan 1649 cm-1 yang menunjukkan gugus amida. Berdasarkan hasil pengukuran LC-MS, terdapat puncak pada spektrum massa senyawa 2 dengan [M+H]+ pada 169,131 yang bersesuaian dengan massa molekul senyawa 2, yaitu 168,148 g/mol. Sedangkan pada spektrum massa senyawa 3 terdapat puncak [M+H]+ pada 307,273 yang bersesuaian dengan massa molekul senyawa 3, yaitu 306,318 g/mol. Spektrum 1H-NMR dan 13C-NMR dalam pelarut DMSO-d6 menunjukkan bahwa senyawa 2 dan 3 telah terbentuk. Berdasarkan hasil analisis data spektroskopi yang telah dilakukan, maka dapat disimpulkan bahwa senyawa 2 dan 3 telah berhasil disintesis dari senyawa 1. Pengukuran daya inhibisi korosi terhadap senyawa 1, 2, dan 3 dilakukan menggunakan metode Electrochemical Impedance Spectroscopy (EIS) dan ekstrapolasi Tafel dengan variasi konsentrasi 10, 25, 50, 100, dan 150 ppm. Dari hasil pengukuran EIS, diperoleh persentase efisiensi inhibisi (%EI) senyawa 1 sebesar 44,66% pada 100 ppm (suhu 30 oC), %EI senyawa 2 sebesar 67,39% pada 100 ppm (suhu 30 oC), dan %EI senyawa 3 sebesar 23,11% pada 10 ppm (suhu 30 oC). Berdasarkan pengukuran ekstrapolasi Tafel menunjukkan bahwa senyawa 1 merupakan inhibitor campuran (ohmik), sedangkan senyawa 2 dan senyawa 3 merupakan inhibitor anodik. Nilai ????Gads senyawa 1, 2 dan 3 berdasarkan hasil analisis secara berturut-turut adalah -34,61 kJ/mol, -33,88 kJ/mol, dan -40,41 kJ/mol. Berdasarkan nilai ????Gads tersebut dapat diketahui bahwa mekanisme inhibisi korosi senyawa 1 dan 2 melalui proses adsorpsi semi-fisika atau semi kimia, sedangkan senyawa 3 melalui proses kemisorpsi pada permukaan baja karbon.