digilib@itb.ac.id +62 812 2508 8800

2019_TS_TF_HERMANTO_23816007_COVER.pdf
Terbatas Rina Kania
» ITB

2019_TS_TF_HERMANTO_23816007_BAB_1.pdf
Terbatas Rina Kania
» ITB

2019_TS_TF_HERMANTO_23816007_BAB_2.pdf
Terbatas Rina Kania
» ITB

2019_TS_TF_HERMANTO_23816007_BAB_3.pdf
Terbatas Rina Kania
» ITB

2019_TS_TF_HERMANTO_23816007_BAB_4.pdf
Terbatas Rina Kania
» ITB

2019_TS_TF_HERMANTO_23816007_BAB_5.pdf
Terbatas Rina Kania
» ITB

2019_TS_TF_HERMANTO_23816007_BAB_6.pdf
Terbatas Rina Kania
» ITB

2019_TS_TF_HERMANTO_23816007_DAFTAR_PUSTAKA.pdf
Terbatas Rina Kania
» ITB

Perkembangan teknologi sistem persinyalan di Indonesia saat ini memasuki era baru dengan dimulainya pembangunan infrastruktur angkutan berbasis rel untuk daerah perkotaan atau lebih dikenal dengan istilah urban transit seperti Mass Rapid Transit (MRT) di Jakarta, Light Rail Transit (LRT) di Jakarta-Bogor-Depok-Bekasi (Jabodebek) dan Palembang, serta Automated People Movers (APM) di Bandara Internasional Soekarno-Hatta, Tangerang. Teknologi persinyalan yang akan diterapkan pada urban transit tersebut merupakan teknologi persinyalan baru yang sebelumnya belum pernah ada di Indonesia, yaitu teknologi persinyalan Communication Based Train Control (CBTC) dan European Train Control System (ETCS) level 1. Pada sistem persinyalan CBTC yang tingkatan otomasinya tinggi, fungsi pengendalian kereta sudah tidak dilakukan lagi oleh masinis akan tetapi dilakukan oleh sistem secara otomatis. Subsistem yang bertugas untuk menangani fungsi ini pada sistem persinyalan CBTC adalah subsistem Automatic Train Operation (ATO). Selain melakukan fungsi pengontrolan kereta, subsistem ATO juga melakukan otomasi dalam membuka tutup pintu kereta serta mengatur keberangkatan kereta berdasarkan waktu tunggu kereta di stasiun yang telah ditetapkan. Untuk dapat melakukan fungsi pengontrolan secara otomatis ini, pada ATO diberikan suatu profil kecepatan kereta yang harus di ikuti oleh ATO. Profil kecepatan ini dibentuk antara satu stasiun dengan stasiun terdekat berikutnya berdasarkan waktu tempuh yang harus dicapai oleh kereta serta jarak perjalanan antara kedua stasiun tersebut. Untuk membentuk profil kecepatan tersebut digunakan Metode Prinsip Pontryagin di mana batasan waktu tempuh dan jarak antar stasiun menjadi kondisi-kondisi batasan (kondisi awal dan kondisi akhir) dari sistem. Profil kecepatan ini selanjutnya akan menjadi setpoint untuk sistem kontrol yang dirancang. Sistem kontrol dirancang menggunakan Model Predictive Control (MPC). Pengontrol MPC merupakan pengontrol berbasis model, sehingga prediksi keluaran output dikalkulasi terhadap model dari sistem kereta yang akan dikontrol. Prediksi dilakukan sejumlah selang cacah yang sudah ditentukan dan input sinyal kontrol yang diberikan kepada sistem kereta merupakan hasil optimisasi dengan fungsi objektif meminimalkan perubahan sinyal kontrol dan kesalahan (error). Pada kondisi nyata, terdapat ketidakpastian data massa kereta yang diakibatkan oleh arus keluar masuk penumpang pada jam-jam operasi tertentu terutama pada saat puncak jam sibuk (peak hours). Untuk menangani ketidakpastian ini maka sistem pengontrol dirancang memiliki kerobasan terhadap perubahan massa kereta. Pada penelitian ini digunakan Metode Robust Counterpart untuk menangani permasalahan tersebut dengan mengikutsertakan dalam formulasi problem MPC dengan bentuk himpunan ketidakpastian (Uncertainty Set) dipilih dalam bentuk elipsoidal. Hasil simulasi menunjukkan bahwa perancangan sistem kontrol ATO telah berhasil dilakukan baik pada nilai nominal massanya maupun pada nilai kisaran ketidakpastian massanya. Sistem ATO dapat melakukan fungsi pengontrolan kecepatan kereta terhadap setpoint profil kecepatan dengan nilai RMSE sebesar 0,1865 dan IAE sebesar 53,7276 pada nilai nominalnya. Sedangkan dengan pertimbangkan ketidakpastian massa didapatkan hasil RMSE sebesar 0,3351 dan IAE 114,6638.