Belajar merupakan proses konsolidasi yang terjadi di sepanjang perioda usia individu. Penelitian ini dilakukan untuk mempelajari pengaruh usia dan induksi aktivitas motorik terhadap pola perilaku pembelajaran spasial dan ekspresi SYP sebagai indikator tingkat sinaptogenesis pada hipokampus tikus Rattus norvegicus. Ekspresi glikoprotein Synaptophysin (SYP) di membran vesikel sinaps dapat dianalisis melalui metoda immunohistokimia dan immunoblotting. Perangkat uji running wheel digunakan untuk memfasilitasi induksi aktivitas motorik dan water-E-maze untuk melihat proses pembelajaran spasial. Penelitian disusun berdasarkan rancangan acak kelompok (RAK) yang terdiri dari sembilan kelompok berdasarkan periode kritis perkembangan dalam proses belajar tikus, yaitu kelompok usia 1, 2 dan 3 bulan. Masing-masing kelompok usia tersebut dibagi lagi menjadi 3 kelompok perlakuan: (1) kelompok kontrol blank (KB) yang tidak mengalami proses latihan motorik maupun pembelajaran spasial, (2) kelompok WE yang mendapatkan pembelajaran spasial dengan menggunakan water-E maze, serta (3) kelompok perlakuan (RWE) yang mengalami induksi awal latihan motorik melalui running wheel sebelum pembelajaran spasial melalui perangkat uji water-E maze. Parameter yang diukur adalah jumlah kesalahan yang dilakukan serta waktu tempuh (durasi) dalam mencapai sasaran (goal). Pengujian dilakukan selama 1 bulan (12 perioda uji) melalui 2 masa pengamatan, yakni sebelum dan sesudah uji retensi (pengubahan arah sasaran pada pengujian ke-7). Hipokampus seluruh individu paska uji perilaku diisolasi untuk analisis immunohistokimia dan immunoblotting. Immunohistokimia dengan metode parafin dan imunobloting pada membran PVDF dilakukan dengan menggunakan antibodi primer Mouse monoclonal antibody [SP15] anti-SYP (Abcam) dan antibodi sekunder Biotinylated secondary antibody goat anti-mouse IgG (Santa Cruz). Hasil uji perilaku menunjukkan bahwa kelompok tikus RWE memiliki kemampuan spatial-learning memorizing yang lebih baik secara nyata (jumlah kesalahan lebih sedikit dan durasi lebih singkat) dibandingkan dengan kelompok tikus WE (P<0,001). Demikian juga setelah uji retensi terlihat bahwa kelompok RWE melakukan kesalahan yang lebih sedikit secara nyata dibandingkan kelompok WE (P<0,001), namun durasi kelompok WE dan RWE tidak beda nyata. Perubahan arah goal pada hari ke-7 dimanifestasikan sebagai bentuk gangguan konsentrasi dalam spatial-learning memorizing yang memberikan efek relatif sama dalam memperlambat durasi seluruh kelompok. Fenomena disorientasi spasial pada uji perilaku diadaptasikan dengan cepat terutama pada tikus kelompok perlakuan RWE usia 1 bulan dan 2 bulan.
iv
Hasil analisis immunoblotting yang didukung oleh hasil immunohistokimia menunjukkan bahwa pada kelompok RWE ekspresi SYP meningkat dibandingkan dengan kelompok WE dan kontrol untuk semua usia. Namun berbeda dengan hasil uji perilaku, tingkat ekspresi SYP tertinggi justru ditunjukkan oleh kelompok perlakuan RWE usia 2 bulan. Hasil analisis ekspresi SYP sejalan dengan dengan data penurunan jumlah kesalahan dan penurunan durasi pada uji perilaku, yang menunjukkan bahwa kelompok RWE usia 2 bulan mengalami proses belajar yang paling baik. Berdasarkan hasil penelitian ini dapat disimpulkan bahwa stimulus aktivitas motorik pada tikus melalui running wheel berperan penting terhadap induksi penguatan jalur memori dalam pembelajaran spasial melalui water-E-maze (RWE). Selain itu ditunjukkan adanya keterkaitan antara pengaruh usia kritis terhadap uji perilaku dan ekspresi SYP sebagai indikator tingkat sinaptogenesis.