digilib@itb.ac.id +62 812 2508 8800


2010_TS_PP_GUNAWAN_1-COVER.pdf
PUBLIC Latifa Noor

2010_TS_PP_GUNAWAN_1-BAB1.pdf
PUBLIC Latifa Noor

2010_TS_PP_GUNAWAN_1-BAB2.pdf
PUBLIC Latifa Noor

2010_TS_PP_GUNAWAN_1-BAB3.pdf
PUBLIC Latifa Noor

2010_TS_PP_GUNAWAN_1-BAB4.pdf
PUBLIC Latifa Noor

2010_TS_PP_GUNAWAN_1-BAB5.pdf
PUBLIC Latifa Noor


Sel bahan bakar adalah sel elektrokimia yang dapat mengubah energi kimia dalam bahan bakar menjadi energi listrik. Sel bahan bakar memiliki prinsip kerja yang sama dengan sel volta dalam hal konversi energi kimia menjadi energi listrik. Perbedaannya terletak pada kontinuitas produksi energi listrik. Seperti mesin bakar, sel bahan bakar dapat memproduksi energi listrik secara kontinu selama diberi asupan bahan bakar dari luar. Namun tidak seperti pada mesin bakar, pada sel bahan bakar energi kimia dikonversi secara langsung menjadi energi listrik sehingga sel bahan bakar memiliki efisiensi yang lebih tinggi. Salah satu jenis sel bahan bakar adalah sel bahan bakar oksida padat yang menggunakan keramik oksida sebagai elektrolit. Pada sel bahan bakar oksida padat, ion-ion oksida yang merupakan pembawa muatan bermigrasi dari katoda menuju anoda melalui elektrolit. Ion-ion oksida tersebut dihasilkan dari reduksi gas oksigen pada katoda. Ketika sampai di anoda, ion-ion oksida ini akan bereaksi dengan bahan bakar (H2) sehingga teroksidasi menghasilkan H2O dan elektron yang dihasilkan mengalir melalui sirkuit luar. Aliran elektron inilah yang menyebabkan timbulnya arus listrik. Morfologi elektrolit merupakan salah satu faktor yang mempengaruhi kinerja sel bahan bakar oksida padat. Elektrolit hendaknya memiliki kerapatan yang tinggi untuk mencegah kebocoran gas dan ketebalan yang rendah untuk mengurangi hambatan internal. Untuk mendapatkan lapisan elektrolit dengan kriteria tersebut, penulis memilih metode deposisi koloid dari SDC yang disintesis dengan metode reaksi fasa padat dan kopresipitasi. Pada penelitian ini, elektrolit Sm0,2Ce0,8O2-? (SDC) dideposisi pada substrat komposit La0,8Sr0,2MnO3-? - Sm0,2Ce0,8O2-? (LSM-SDC). Senyawa-senyawa oksida tersebut disintesis dengan menggunakan metode kopresipitasi dan metode reaksi fasa padat. Karakterisasi terhadap senyawa oksida meliputi penentuan struktur kristal dengan metode difraksi sinar X dan hantaran listrik dengan metode spektroskopi impedansi. Metode kopresipitasi telah digunakan untuk mensintesis nanopartikel SDC. Amonia digunakan sebagai pereaksi pengendap untuk mengendapkan kation-kation Sm3+ dan Ce3+ secara bersamaan menjadi samarium dan serium hidroksida. Endapan yang dihasilkan dikeringkan dan dikalsinasi untuk mendapatkan serbuk SDC. Pada tahap kalsinasi, terjadi oksidasi Ce3+ menjadi Ce4+. Ukuran partikel rata-rata dari SDC yang dihasilkan dengan metode ini adalah sebesar 9,87 nm yang dihitung dengan persamaan Debye – Scherrer. Serbuk SDC yang dihasilkan memiliki kecenderungan untuk membentuk aglomerat seperti ditunjukkan pada foto SEM. Koloid SDC diperoleh dengan mendispersikan serbuk SDC tersebut dalam medium air atau aseton. Koloid tersebut stabil dalam jangka waktu tertentu dan dideposisikan pada substrat LSM-SDC melalui proses filtrasi dan penguapan. Lapisan SDC yang terdeposisi pada substrat disinter pada suhu 1400 °C selama 6 jam sehingga diperoleh lapisan elektrolit dengan ketebalan 87,5 ?m dan 151 ?m untuk lapisan SDC yang disintesis dengan metode kopresipitasi dan metode reaksi fasa padat berturut-turut. Penentukan struktur kristal dilakukan dengan metode difraksi sinar-X. Difraktogram yang diperoleh dianalisis dengan metode Le Bail untuk mendapatkan struktur kristal senyawa oksida, grup ruang, dan parameter selnya. Senyawa oksida Sm0,2Ce0,8O2-? yang disintesis dengan metode kopresipitasi memiliki struktur kristal kubus dengan grup ruang dengan parameter sel . Sedangkan SDC yang disintesis dengan metode reaksi fasa padat memiliki struktur kristal kubus dengan grup ruang dan parameter sel . LSM memiliki struktur kristal heksagonal dengan grup ruang dengan parameter sel . Pelebaran puncak difraksi dari SDC yang disintesis dengan metode kopresipitasi merupakan kontribusi dari pengaruh ukuran partikel sedangkan dari SDC yang disintesis dengan metode reaksi fasa padat merupakan kontribusi dari microstrain pada kristal. Hantaran listrik pada lapisan yang dihasilkan dipelajari dengan spektroskopi impedansi. Perbedaan model sirkuit pada rentang suhu 200 – 300 °C dan pada rentang suhu 320 – 500 °C menunjukkan bahwa konduksi listrik pada lapisan terdiri dari dua mekanisme yang berbeda. Hantaran pada suhu 500 °C untuk lapisan yang disintesis dengan metode reaksi fasa padat dan kopresipitasi masing-masing 5,16 x 10-4 dan 1,50 x 10-3 S.cm-1.