Peralihan termal pada bangunan di daerah tropis lembab secara konvensional terjadi signifikan di daerah atap, yang terpapar oleh radiasi matahari tegak lurus dan relatif konstan sepanjang tahun. Penekanan ini beralih ke fasad ketika luas permukaan fasad jauh lebih luas, misal pada bangunan tinggi. Selubung ganda (double-skin façade atau DSF) kaca memiliki potensi untuk bekerja sebagai perangkat pengendali lingkungan termal pada fasad bangunan dengan cara menahan masuknya radiasi matahari dan mencegah perolehan kalor. Beberapa penelitian yang mengkaji DSF mengarahkan pada kesimpulan bahwa DSF memiliki beragam manfaat tergantung konteks iklim dan konfigurasinya. Fenomena termal pada DSF melibatkan sistem yang cukup kompleks meliputi proses optikal pada lapisan kaca, proses termodinamika dan proses dinamika fluida (aliran udara di celah antar kaca). Upaya menghindari perolehan kalor yang dijadikan topik penelitian tesis ini menekankan pada proses optikal dan termodinamika pada DSF.
Penelitian dilaksanakan untuk memberikan pengetahuan terkait alternatif desain DSF yang mengurangi perolehan kalor dan responsif terhadap radiasi matahari. Dengan konfigurasi tertentu disesuaikan dengan lintang lokasi bangunan, kaca DSF dipakai untuk menyaring radiasi matahari sekaligus tetap menampilkan ekspresi arsitektur yang ringan dan transparan. Posisi lintang setempat penting untuk menentukan besar intensitas radiasi matahari langsung, arah datang radiasi matahari, serta besar sudut bayang horisontal (SBH) atau horizontal shadow angle (HSA) dan sudut bayang vertikal (SBV) atau vertical shadow angle (VSA) pada tiap orientasi fasad di lokasi tersebut. Pada daerah ekuator, intensitas radiasi dinding vertikal timur dan barat lebih besar nilainya dibanding pada dinding utara dan selatan. DSF untuk merespon radiasi di arah timur dan berlokasi di Bandung dipilih sebagai contoh kasus.
Pengaruh posisi kaca DSF terhadap terhadap perolehan kalor di dalam ruangan diselidiki melalui uji lapangan model hipotesis berskala satu banding satu. Model-model hipotesis DSF disusun dengan langkah sebagai berikut: (1) Menganalisis intensitas radiasi matahari langsung Bandung untuk memetakan waktu dari sepanjang tahun ketika radiasi ingin dihindari; (2) Menganalisis arah datang radiasi matahari yang spesifik sesuai waktu-waktu hasil analisis tahap (1); (3) Menganalisis konfigurasi posisi DSF pemantul yang merespon arah berkas radiasi matahari pada tahap (2) dengan menerapkan konsep pemantulan sempurna yang terjadi ketika sudut datang lebih besar daripada sudut kritis kaca. Sudut kritis kaca ini tergantung pada indeks biasnya (untuk indeks bias kaca = 1,5 sudut kritisnya sebesar 42°); (4) Optimasi desain model hipotesis yang dikembangkan menjadi empat tipe prototipe. Optimasi model hipotesis DSF 1 berdasarkan intensitas radiasi matahari langsung normal sepanjang tahun dan memantulkan VSA pukul 09:00, 10:00, 11:00. Optimasi model hipotesis DSF 2 berdasarkan intensitas radiasi matahari langsung normal sepanjang tahun dan memantulkan VSA pukul 10:00. Optimasi model hipotesis DSF 3 berdasarkan intensitas radiasi matahari langsung normal sepanjang tahun, serta memantulkan VSA pukul 08:00 dan HSA setiap jam. Model hipotesis DSF 4 didesain agar dapat diubah-ubah posisinya untuk memantulkan VSA dan HSA setiap jam sesuai hari pengujian.
Empat prototipe DSF diuji coba pada tanggal 22 - 24 Oktober 2013, dikondisikan serupa dan secara serempak terpapar oleh intensitas radiasi matahari yang sama. Pengaruh konfigurasi DSF terhadap perolehan kalor di dalam ruangan dilihat dari perbedaan temperatur radiasi bola hitam di dalam ruangan jika dibandingkan dengan kondisi tanpa memakai DSF. Temperatur radiasi bola hitam ini diperhitungkan dapat mewakili nilai perolehan kalor melalui jendela.
Pengujian kinerja empat model hipotesis menunjukkan bahwa konfigurasi sudut kaca DSF berpengaruh terhadap penurunan perolehan kalor akibat radiasi matahari melalui bukaan jendela. DSF berfungsi secara konsisten dalam menurunkan dan meratakan perolehan kalor dalam bangunan baik pada kondisi langit cerah ataupun mendung. Fungsi DSF untuk menurunkan perolehan kalor dalam bangunan terlihat signifikan pada kondisi langit cerah dan tidak terhalang awan. Konfigurasi sudut kemiringan panel kaca terluar DSF terhadap ketinggian matahari setempat ada hubungannya dengan perolehan kalor di dalam ruangan. Semakin kecil sudut yang terbentuk antara garis normal panel kaca DSF dan posisi vertikal matahari, maka semakin besar penurunan perolehan kalor dalam ruangannya.
Melalui analisis deskriptif dan korelasional diketahui bahwa besarnya sudut antara garis normal bidang kaca dan arah VSA (sudut ??) berkorelasi kuat dengan kinerja model DSF dalam menurunkan temperatur. Semakin kecil sudut ?? pada satu waktu tertentu, semakin besar selisih penurunan temperatur yang dihasilkan oleh model DSF pada waktu tersebut. Sedangkan besarnya sudut antara garis normal bidang kaca dan arah HSA (sudut ??) berkorelasi lemah dengan kinerja model DSF dalam menurunkan temperatur. DSF 1 yang memiliki ?? yang paling variatif dan ?? yang relatif kecil sepanjang pagi sampai siang hari memiliki kinerja rata-rata harian paling baik dalam menurunkan dan meratakan perolehan kalor. DSF 2 dan DSF 3 selanjutnya menghasilkan penurunan terbaik kedua dan ketiga. Sedangkan DSF 4 yang posisinya diubah setiap jam agar sudut kritis kaca berimpit dengan arah VSA menghasilkan penurunan temperatur bola hitam rata-rata paling kecil. DSF 4 berkinerja lebih baik daripada DSF 2 dan DSF 3 pada rentang waktu pukul 10:00 – 12:00 ketika posisi kacanya membentuk sudut ?? yang lebih kecil daripada DSF 2 dan DSF 3 di waktu yang sama. Kemungkinannya adalah bahwa nilai sudut kritis 42° yang ditentukan pada pendekatan desain perlu dievaluasi sehingga sebelum pukul 10:00 pun DSF 4 sebenarnya bisa berkinerja lebih baik.