digilib@itb.ac.id +62 812 2508 8800

2004_TS_PP_WAFIROH_1.pdf
PUBLIC Irwan Sofiyan

Perkembangan teknologi membran dalam proses pemisahan di Indonesia tidak berkembang sepesat di negara maju, karena kelangkaan bahan baku membran. Tujuan penelitian ini adalah mencari alternatif bahan baku membran dengan memanfaatkan kekayaan alam Indonesia. Pulp Abaca (Musa textilis) yang sudah diputihkan merupakan salah satu sumber selulosa dari bahan nonkayu (nonwood) yang dapat dimanfaatkan untuk menghasilkan selulosa asetat (SA). Dalam penelitian ini selulosa diasetilasi selama 3,5 jam pada temperatur 40 °C dan dihidrolisis selama 20 jam menghasilkan selulosa diasetat dengan kadar asetil 40,23%. Analisa FTIR menunjukkan puncak khas gugus asetil pada daerah 1238 cm-' dan SA yang dihasilkan mempunyai massa molekul relatif 4,5 x 104. Hasil analisa DTA titik leleh SA Abaca adalah 386,29°C dan SA komersial 370,6 °C. Hasil analisa XRD menunjukkan bahwa selulosa Abaca mempunyai derajat kristalinitas 65% sedangkan SA Abaca dan SA komersial mempunyai struktur amorf dengan derajat kristalinitas berturut-turut 14,9 % dan 15,7%. Membran SA dibuat dengan cara inversi fasa dengan komposisi optimal 14% (bib) selulosa asetat, 78% (b/b) aseton dan 8% (bib) formamida dengan media koagulasi air pada suhu 4 C. Permeabilitas air pada tekanan 2 atm menghasilkan nilai fluks 39,21 * 0,30 L.m 2.jam' untuk membran SA Abaca dan fluks 2,82 ± 0,18 L.m 2.jam' untuk membran SA komersial. MWCO yang diperoleh 4,10 x 105 untuk membran SA Abaca dan 3,57 x 105 untuk membran SA komersial. Hasil uji ketahanan retak menunjukkan sifat mekanik membran selulosa asetat Abaca relatif sama dengan membran selulosa asetat komersial. Hasil analisa SEM pada permukaan, membran SA komersial mempunyai pori-pori yang lebih rapat dari pada membran SA Abaca. Membran SA Abaca dan membran SA komersial mempunyai efisiensi yang sama untuk penjermhan air sungai yang mengandung ion Fe3+ dengan rejeksi 100% tetapi permeabilitas membran SA Abaca lebih tinggi dibanding membran SA komersial