Sistem seleksi berbasis Toksin/Antitoksin (TA) digunakan untuk menggantikan sistem
seleksi antibiotik pada plasmid untuk produksi protein terapeutik rekombinan. Hal ini
untuk mencegah penyebaran resistensi antibiotik dan hipersensitivitas pasien, terutama
untuk antibiotik golongan beta laktam. Sistem TA yang telah dikembangkan di
Laboratorium Bioteknologi Farmasi ITB adalah sistem TA yang terbagi ke dalam dua
plasmid yakni plasmid pDCSA yang membawa gen pengkode CcdA dan pDCSB yang
membawa gen pengkode toksin CcdB. Antitoksin CcdA terekspresi secara konstitutif,
sedangkan toksin CcdB diinduksi dengan L-arabinosa. pDCSB dikonstruksi dari plasmid
pUC-Kan_ccdB yang memiliki dua ori yakni turunan pMB1 (500-700 salinan/sel) dan
p15A (~15 salinan/sel), sedangkan pDCSB hanya memiliki ori p15A. Data pertumbuhan
Escherichia coli BL21(DE3) yang membawa plasmid pDCSA/pDCSB dengan adanya L-
arabinosa 2% memiliki kurva pertumbuhan yang lebih baik dibandingkan E. coli yang
membawa pDCSA/pUC-Kan_ccdB. Hal tersebut diduga karena jumlah salinan pDCSB
lebih rendah dibandingkan pUC-Kan_ccdB. Untuk mengetahui perbandingan jumlah
salinan plasmid tersebut di dalam sel, maka dilakukan analisis perbandingan jumlah
salinan plasmid dengan metode quantitative polymerase chain reaction (qPCR). qPCR
yang dilakukan menggunakan 2 pasang primer yang baru dirancang untuk menarget gen
ccdB pada plasmid. Primer yang menarget kromosom adalah primer tdk yang telah
digunakan dalam penelitian sebelumnya untuk normalisasi hasil. Primer yang menarget
gen ccdB pada kedua plasmid, yakni qPN dan qP12 dirancang dan kualitasnya dianalisis
secara in silico, dilanjutkan dengan analisis in-vitro untuk spesifisitas primer, optimasi
kondisi PCR, dan penetapan efisiensi primer. Penetapan perbandingan jumlah salinan
plasmid menggunakan sampel lisat sel E. coli yang membawa masing masing plasmid.
Kedua primer yang telah dirancang terbukti dapat mengamplifikasi plasmid murni dengan
efisiensi terkategori baik sebesar 1,93 untuk primer qP12 dan 1,92 untuk primer qPN
dengan Tm produk masing masing 84,5 °C dan 83,55 °C. Kurva disosiasi pada percobaan
qPCR menggunakan sampel lisat sel dengan primer qP12 menunjukkan beberapa puncak
yang menandakan bahwa primer qP12 tidak spesifik untuk sampel tersebut. Untuk
selanjutnya, penentuan perbandingan jumlah salinan plasmid di dalam sel hanya
menggunakan primer qPN dan tdk. Hasil analisis qPCR menunjukkan jumlah salinan
plasmid pUC-Kan_ccdB 10,8 ± 0,73 kali lebih banyak dari pDCSB. Hal tersebut
mengindikasikan keberadaan dua ori pada pUC-Kan_ccdB menginterferensi salinan
plasmid di dalam sel.