digilib@itb.ac.id +62 812 2508 8800

Ganjar Gumilar 27014011.pdf
PUBLIC Open In Flip Book Noor Pujiati.,S.Sos

Tesis ini berupaya untuk menganalisa proses adopsi, artikulasi, dan kontekstualisasi wacana seni rupa kontemporer di Indonesia dengan menelusurinya dari dinamika penyelenggaraan bienal dalam rentang periodik 1993-2003. Metode yang diterapkan dalam penelitian ini mengacu pada kajian kuratorial, berupaya untuk memberikan alternatif metode pembacaan sejarah melalui konsep ‘sejarah pameran’. Dengan berkutat pada masalah ini, pembacaan fenomena kesenian dapat diperlebar menjangkau aspek yang lebih luas di samping estetika yang menjadi tumpuan utama sejarah seni ‘konvensional’. Pada dekade 1993-2003, seni rupa kontemporer merupakan entitas yang masih dianggap kontradiktif dan ‘problematik’. Anggapan ini muncul karena wacana seni ini masih terkesan asing dan dipahami secara ‘sebagian’. Hal ini terindikasi dari ‘ambivalensi’ sikap publik seni pada kecenderungan seni kontemporer yang di satu sisi menunjukkan afirmasi, seperti ditunjukkan pada proyek Binal Experimental Arts 1992, dan di sisi lain menunjukkan tindak kritisi, pada Bienal Seni Rupa Jakarta IX, misalnya. Seiring perkembangannya wacana seni kontemporer yang sebelumnya terpinggirkan sedikitsedikit membangun relevansi dan kesesuaian konteksnya di dalam negeri, terbantu oleh elevasi rekognisi yang diperoleh para eksponennya di forum seni rupa regional dan global. Di dalam negeri sendiri, bangunan relevansi dan upaya kontekstualisasi diupayakan secara gradual dalam penyelenggaraan bienal-bienal. Atas konsistensi ini, wacana seni kontemporer pada akhirnya dapat menjadi is sentral yang dibicarakan pada awal dekade 2000an dan terus berkembang hingga saat ini. Bienal yang dipilih menjadi sampel utama dalam penelitian ini adalah Bienal Seni Rupa Yogyakarta 1999, Bienal Yogyakarta 2003: Countrybution, dan CP Open Biennale 2003: Interpellation. Pameran-pameran ini terpilih karena kualitas dan spesifikasinya masing-masing dalam mendekati permasalahan seni kontemporer di Indonesia. Dengan menganalisa performa kuratorial masing-masing pameran sampel, dapat dinyatakan bahwa pada akhir dekade 1999an dan awal dekade 2000an fungsi etalase pencapaian seni termutakhir mulai diberdayakan dalam bienal. Cara penunjukkan ini pun dapat dinyatakan cukup beragam: BSRY 1999 dengan menelusuri dampak lanjutan pasca internasionalisasi 1990an, BY 2003 dengan kontekstualisasi pada dinamika sosial, dan CPOB berkutat pada permasalahan representasi ‘sang liyan’ yang relevan.