digilib@itb.ac.id +62 812 2508 8800

Drum-boiler merupakan sumber uap ‘panas’ yang diperlukan turbin uap untuk berproduksi disuatu unit Pembangkit Listrik Tenaga Uap (PLTU). Perlu ada kesetimbangan level air di drum-boiler agar proses produksi uap panas didalamnya menjadi sempurna. Jika level terlalu rendah, tube-tube dalam boiler akan pecah dan rusak karena overheating. Sedangkan jika level air terlalu tinggi menyebabkan terlalu banyak kandungan air dalam uap panas yang dapat merusak sudu turbin. Dalam penelitian ini diambil studi kasus pada drum-boiler unit-1 PLTU Pelabuhan Ratu. Penelitian bertujuan untuk mencari pemodelan dari sistem, kemudian mencari nilai parameter pengontrol PID yang sesuai dengan karakteristik sistem yang didapatkan dari hasil pemodelan. Pemodelan dilakukan pada beberapa area sistem drum-boiler yang merujuk pada daya kerja pembangkit. Hal ini dilakukan karena ketidaklinearan sistem dan keperluan penalaan pada pengontrol PID existing. Pemodelan dilakukan dengan menggunakan struktur model Box-Jenkins dengan estimator PEM (Prediction Error Methode). Penalaan pengontrol PID dilakukan dengan metode siklus kontinyu Ziegler-Nichols dan Tyreus-Luyben, serta dibandingkan dengan metode optimasi menggunakan Algoritma Genetika. Metode Algoritma Genetika digunakan untuk mencari kesalahan minimum yang menggunakan fungsi obyektif ISE (Integral Square Error), IAE (Integral Absolute Error) dan ITAE (Integral Time Absolute Error) pada sistem. Metode penalaan dengan IMC (Internal Model Control) juga dipakai sebagai perbandingan. Hasil pemodelan terhadap 4 area menunjukkan nilai RSME antara 5.1 ~ 7.0 yang menunjukkan model merepresentasikan dinamika drum-boiler dengan baik. Hasil penalaan pengontrol PID dengan 6 metoda diatas kemudian disimulasikan dengan sistem drum-boiler dan diberi gangguan berupa gangguan masukan dan gangguan keluaran. Hasil penalaan pengontrol dengan metoda optimasi kesalahan mampu membuat pengontrol yang baik untuk sistem di semua area, sedangkan metoda siklus kontinyu Zigler-Nichols, Tyrus Luyben dan IMC hanya mampu membuat sistem stabil dibeberapa area saja. Diantara ketiga metoda optimasi kesalahan tersebut, penggunaan kriteria fungsi obyektif ISE menunjukkan performa yang paling baik dibandingkan metoda yang sama dengan fungsi obyektif IAE maupun ITAE.