Korona Matahari sebagai bagian terluar dari Matahari terus-menerus melepaskan angin Matahari yang berisi partikel-partikel bermuatan. Lubang korona adalah fenomena di korona Matahari yang berotasi seragam dan memiliki medan magnet yang terbuka sehingga partikel angin Matahari dapat lebih mudah terlepas dari Matahari. Studi mengenai lubang korona dan aliran angin Matahari laju-tinggi (HSS) yang berasosiasi dengannya penting bagi cuaca antariksa karena lubang korona seperti itu adalah sumber gangguan cuaca antariksa selama aktivitas Matahari minimum. Dalam penelitian ini dianalisis pengaruh evolusi lubang korona terhadap dinamika angin Matahari dan gangguan geomagnet. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk menganalisis evolusi lubang korona yang berpotensi mengganggu geomagnet dan untuk mengetahui pengaruh polaritas lubang korona terhadap kekuatan gangguan geomagnet yang ditimbulkannya. Penelitian dilakukan terhadap lubang korona berukuran besar pada saat kondisi Matahari tenang dengan melihat polaritas, perubahan posisi dan luasnya sambil melihat perubahan pada parameter angin Matahari, medan magnet antarplanet (IMF), dan indeks geomagnet untuk mengetahui kapan terjadinya peningkatan laju angin Matahari dan seberapa kuat gangguan geomagnet yang ditimbulkan. Dari 17 kasus lubang korona yang telah dianalisis, disimpulkan bahwa (1) Luas maksimum lubang korona dicapai ketika titik pusat massa berada di sekitar meridian Matahari; (2) Ukuran lubang korona tidak sebanding dengan kekuatan gangguan geomagnet yang ditimbulkan oleh HSS yang mengalir darinya; (3) HSS dideteksi 1-6 hari setelah titik pusat massa lubang korona transit di meridian Matahari; (4) Deteksi HSS hampir selalu didahului oleh peningkatan kerapatan dan IMF; (5) HSS tidak selalu menimbulkan badai geomagnet; (6) Gelombang kejut yang dikombinasikan dengan nilai Bz negatif dapat menimbulkan gangguan geomagnet hingga tingkat badai menengah dan kuat; (7) Luas lubang korona sebanding dengan durasi HSS, durasi HSS sebanding dengan durasi gangguan geomagnet; (8) Lubang korona negatif sedikit lebih geo-efektif dibandingkan lubang korona positif; dan (9) Lubang korona dengan bentangan bujur yang lebar berpotensi menimbulkan CIR (Corotating Interaction Region).