digilib@itb.ac.id +62 812 2508 8800

Salah satu turunan alkaloid yang merupakan bahan kajian para ilmuwan adalah indol. Pada isolasi senyawa turunan indol telah ditemukan antara lain gramin (3 dimetilaminometilindol) yang berasal dari Cephaelis stipulacea serta harman (1-metil-9H-pirido[3,4-b]indol) yang berasal dari daun dan kulit Ophiorrhiza communis. Pada suhu 1050–1650 K, indol dapat mengalami pirolisis menghasilkan benzil sianida, o-tolunitril, sertam-tolunitril. Senyawa-senyawa tersebut memiliki manfaat sebagai prekursor penting untuk obat-obatan. Kajian pirolisis indol tersebut dilakukan baik secara eksperimen maupun komputasi. Pada penelitian ini dilakukan kajian mekanisme reaksi pirolisis indol secara komputasi. Selanjutnya informasi hasil komputasi tersebut digunakan untuk mengkaji mekanisme reaksi pirolisis tahap awal dari turunan indol yaitu gramin dan harman. Pada reaksi pirolisis diuji dengan metode DFT menggunakan perhitungan B3LYP dengan basis set 6-31G(d). Data hasil pirolisis indol berupa o-tolunitril serta m-tolunitril dibandingkan dengan penelitian komputasi yang telah dilakukan sebelumnya. Persentase perbedaan relatif terhadap hasil penelitian ini memiliki nilai terbesar pada TS6 yaitu sebesar 35,795%. Persentase perbedaan relatif terkecil terdapat pada E10 yaitu sebesar 7,456%. Rata-rata persentase perbedaan relatif terhadap hasil penelitian ini yaitu sebesar 18,161%. Pirolisis indol menghasilkan benzil sianida berlangsung melalui dua tahap yaitu migrasi hidrogen dan pemutusan ikatan C-N. Studi termodinamika menunjukkan bahwa reaksi pirolisis dari indol, gramin, dan harman pada tahap migrasi hidrogen memiliki energi aktivasi berturut-turut sebesar 44,279 kkal/mol; 44,183 kkal/mol dan 58,010 kkal/mol. Pada tahap berikutnya berupa pemutusan ikatan C-N, energi aktivasinya berturut-turut sebesar 39,935 kkal/mol; 40,314 kkal/mol dan 31,454 kkal/mol. Perhitungan tetapan laju reaksi dilakukan pada suhu 298,15 K dan 1100 K. Pada setiap satuan waktu reaksi untuk pirolisis indol, tahap migrasi hidrogen pada reaksi pertama memiliki nilai tetapan laju reaksi sebesar 5,491x10-22 s-1 untuk suhu 298,15 K dan 1,264x104 s-1 untuk suhu 1100 K. Tahap pemutusan ikatan C-N pada reaksi kedua memiliki nilai tetapan laju reaksi sebesar 3,161x10-19 s-1 untuk suhu 298,15 K dan 3,926x105 s-1 untuk suhu 1100 K. Pada pirolisis gramin, tahap migrasi hidrogen pada reaksi pertama memiliki nilai tetapan laju reaksi sebesar 6,870x10-22 s-1 untuk suhu 298,15 K dan 1,227x105 s-1 untuk suhu 1100 K. Tahap pemutusan ikatan C-N pada reaksi kedua memiliki nilai tetapan laju reaksi sebesar 9,013x10-20 s-1 untuk suhu 298,15 K dan ii 3,396x105 s-1 untuk suhu 1100 K. Pada pirolisis harman, tahap migrasi hidrogen pada reaksi pertama memiliki nilai tetapan laju reaksi sebesar 5,738x10-33 s-1 untuk suhu 298,15 K dan 9,455 s-1 untuk suhu 1100 K. Tahap pemutusan ikatan C-N pada reaksi kedua memiliki nilai tetapan laju reaksi sebesar 1,040x10-11 s-1 untuk suhu 298,15 K dan 2,072x107 s-1 untuk suhu 1100 K. Pada setiap reaksi pirolisis, tahap migrasi hidrogen memiliki nilai tetapan laju reaksi yang lebih kecil dibandingkan tahap pemutusan ikatan C-N. Tetapan laju reaksi pada tahap pertama untuk harman memiliki nilai paling kecil. Hal ini sesuai dengan nilai energi aktivasinya yang paling besar. Harman memiliki gugus aromatis yang menyebabkan struktur paling stabil. Tetapan laju reaksi pada tahap kedua untuk harman memiliki nilai paling besar. Hal ini sesuai dengan nilai energi aktivasinya yang paling kecil. Adanya efek resonansi menyebabkan hal tersebut terjadi.