Pada tahun 2010, banyak negara telah menyadari pentingnya penggunaan sumber energi alternatif selain energi fosil untuk menopang kebutuhan listrik. Energi fosil memiliki cadangan yang makin menipis seiring perkembangan penduduk. Cadangan energi fosil yang menipis dapat ditopang dengan adanya penggunaan sumber energi alternatif, salah satunya energi matahari. Indonesia, merupakan negara yang terletak di daerah khatulistiwa, mendapatkan sinar matahari yang lebih banyak dengan intensitas matahari rata-rata sebesar 4,8 kWh/m2 per hari. Intensitas matahari yang cenderung berlebih dapat digunakan oleh pemusat surya
untuk mengubah energi matahari menjadi bentuk energi listrik maupun energi lainnya. Pemusat surya ini dapat diterapkan pada lingkungan terbuka yang luas dan dapat menjadi sumber listrik utama bagi masyarakat ataupun dapat dipergunakan untuk keperluan perindustrian. Pada penelitian ini dilakukan rekayasa terbalik yang nantinya dapat menjadi studi awal untuk pengembangan dan pengaplikasian pemusat surya di Indonesia. Hasil parameter geometri perancangan dapat digunakan untuk menghitung pemanenan energi yang dihasilkan oleh pemusat surya. Pemanenan energi didapatkan dengan pengestimasian suhu yang didapatkan oleh kolektor setelah dilakukan pengujian. Hasil perhitungan perancangan didapatkan bahwa pemusat surya, dengan fokus 10 cm, lebar 50 cm dan tinggi palung 15,6 cm, merupakan jenis pemusat surya
dengan suhu sedang. Potensi pemanenan energi yang diperoleh dari pengujian memiliki nilai yang beragam bergantung pada kondisi lingkungan, sedangkan nilai efisiensi termal berkisar di nilai 28.