Terdapatnya indikasi ruang terbuka hijau di Kota Bandung yang makin terbatas didukung dengan data Dinas Pertamanan dan Pemakaman (2009) yang menyebutkan bahwa hanya terdapat 8,87% ruang terbuka hijau (RTH) dari total keseluruhan luasan kota. Padahal Undang-Undang No. 26 Tahun 2007 tentang Penataan Ruang mensyaratkan proporsi RTH Publik di suatu kota minimal 20% dari luasan kota. Setiap RTH memiliki fungsi ekologis, tetapi tidak semuanya memiliki prinsip perancangan begitu pula dengan Kawasan Babakan Siliwangi. Babakan Siliwangi merupakan satu-satunya hutan kota yang tersisa di Kota
Bandung. Mengembangkan Babakan Siliwangi sebagai arboretum merupakan upaya yang dilakukan untuk mengatasi isu konflik perubahan guna lahan yang beredar beberapa tahun terakhir. Selain mempertahankan fungsi ekologisnya sebagai RTH, arboretum juga memiliki fungsi edukasi dan penelitian. Dari 8 kriteria dan 13 komponen perancangan arboretum berdasarkan desain ekologis, masih ada kriteria yang belum terpenuhi serta komponen perancangan yang belum tersedia di Babakan Siliwangi. Studi ini bertujuan untuk menyusun prinsip perancangan arboretum di Kawasan Babakan Siliwangi. Prinsip perancangan
arboretum di Babakan Siliwangi ini dilakukan menggunakan pendekatan desain ekologis karena dengan desain ekologis selain mampu meminimalkan dampak perusak lingkungan
juga mengintegrasikan kawasan dengan proses hidup, serta menguatkan kaitan yang menghubungkan alam dan kultur. Untuk mencapai tujuan tersebut, studi ini menggunakan
analisis deskriptif dengan melakukan wawancara kepada ahli di bidang biologi, arsitektur, dan arsitektur lansekap; serta kajian terhadap preseden arboretum yang ada di perguruan tinggi baik di dalam maupun diluar negeri. Analisis vegetasi juga dilakukan untuk melengkapi observasi pada Kawasan Babakan Siliwangi. Dari studi ini diketahui bahwa perancangan arboretum pada prinsipnya tidak sama dengan prinsip perancangan taman biasa. Selain karena dalam arboretum terdapat fungsi khusus yaitu sarana edukasi dan penelitian, terutama adalah dibutuhkannya tema pengembangan dalam perancangan arboretum. Untuk mendukung fungsi penelitiannya, arboretum di Kawasan Babakan Siliwangi dibuat zonasi agar ada batasan area konservasi dan area peruntukan lain yang aktivitasnya lebih tinggi. Yang terpenting antara perancangan arboretum dengan perancangan ruang terbuka hijau publik lain adalah keduanya harus berada dalam kesatuan sistem ruang terbuka hijau perkotaan. Sehingga ketika sistem ruang terbuka hijau perkotaan saling berhubungan maka kualitas lingkungan dan hidup penduduk kota akan meningkat, sesuai dengan tujuan perancangan berbasis desain ekologis.