Angklung merupakan salah satu alat musik bambu khas Jawa Barat yang telah ditetapkan sebagai salah satu alat musik pendidikan. Hasil ketetapan pemerintah daerah
ini menyebabkan naiknya permintaan angklung dari tahun ke tahun. Kenaikan permintaan ini berakibat kepada PT. Saung Angklung Udjo (SAU) sebagai perusahaan penghasil
angklung terbesar di Jawa Barat dan menyebabkan SAU kesulitan dalam memenuhi pesanan konsumen tanpa mengabaikan kualitas produk yang dihasilkan. SAU menerapkan sistem kemitraan dalam memproduksi angklung. Berdasarkan analisis yang telah dilakukan, ketidakmampuan SAU dalam memenuhi semua pesanan dari konsumen disebabkan oleh keterbatasan jumlah mitra pengrajin, khususnya tukang sora yang merupakan inti dari sebuah kelompok pengrajin angklung. Untuk menjadi
tukang sora yang berkualitas, dibutuhkan waktu antara 1-5 tahun untuk mempelajarinya. Keterbatasan ini menyebabkan SAU hanya bisa mengoptimalkan kapasitas yang tersedia saat ini untuk memenuhi permintaan konsumen dalam jangka waktu tertentu. Untuk merumuskan perencanaan produksi agregat jangka menengah, maka perlu
dilakukan observasi, diskusi dan wawancara dengan pihak manajemen SAU maupun pihak mitra pengrajin. Pengumpulan data permintaan, harga pokok pembelian dan kapasitas dilakukan dengan pengamatan langsung dan dari data historis SAU. Dari data tersebut disusun sebuah master production schedule (MPS) yang akan menjadi input dalam pembuatan rough cut capacity planning (RCCP). RCCP bertujuan untuk membandingkan kapasitas yang tersedia saat ini dengan kapasitas yang dibutuhkan SAU dan ongkos produksi yang harus disediakan oleh SAU untuk memenuhi permintaan dari bulan Juni 2009 sampai dengan bulan Mei 2010. Dari hasil perhitungan RCCP dapat diketahui bahwa kekurangan kapasitas terjadi pada beberapa produk saja yaitu angklung sarinande dan unit besar, sementara biaya
produksi yang harus dikeluarkan SAU untuk memenuhi permintaan 1 tahun mendatang adalah Rp 2.467.656.073. Untuk mengatasi kekurangan kapasitas pada beberapa jenis
produk dapat dilakukan dengan menambah jumlah mitra pengrajin, khususnya yang berada di Tasikmalaya dan Ciamis, dan dengan memanfaatkan kelebihan kapasitas mitra pengrajin pada produk lain untuk memproduksi angklung sarinande dan unit besar.