digilib@itb.ac.id +62 812 2508 8800

Dewasa ini penyediaan infrastruktur transportasi, khususnya penyediaan prasarana jaringan jalan di perkotaan seperti di beberapa kota besar di Indonesia semakin meningkat seiring dengan pertumbuhan ekonomi dan dinamika penduduk. Hal ini menyebabkan keterbatasan pihak Pemerintah dalam pembiayaan pembangunan, maka salah satu upaya yang dilakukan adalah mengundang sektor swasta berperan serta dalam usaha pembiayaan jaringan jalan, khususnya jalan tol. Keputusan sektor swasta untuk melakukan investasi jalan tol sangat tergantung pada kelayakan finansial dibandingkan dengan alternatif-alternatif lain (kelayakan ekonomi). Salah satu parameter kelayakan finansial yang umum dipertimbangkan oleh pihak investor swasta adalah jaminan ketepatan waktu atau masa pengembalian investasi selama masa konsesi. Salah satu indikator jaminan ketepatan waktu pengembalian investasi adalah besaran harga tarif tol. Masalah tarif merupakan salah satu kendala dalam investasi jalan tol di Indonesia. Saat ini, penetapan tarif jalan tol oleh Pemerintah belum terdapat pedoman yang jelas berapa persen terhadap biaya keuntungan biaya operasi kendaraan (BKBOK). Maka dari sisi pihak swasta membutuhkan suatu penetapan model penentuan tarif tol optimum yang dapat memaksimumkan pendapatan. Penentuan tarif tol optimum dimaksud berupa suatu model matematis yang berdasarkan prinsip teori elastisitas permintaan (price elasticity demand), yaitu apabila harga dinaikkan, permintaan akan mengalami penurunan. Adapun maksud dan tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui secara deskriptif sejauh mana disparitas pengembalian investasi berdasarkan penggunaan mekanisme sistem penentuan tarif tol optimum dengan sistem tarif tol Pemerintah pada rencana pembangunan jalan lingkar paling luar Jakarta (Jakarta Outer Outer Ring Road) skema pentahapannya. Obyek penelitian yang ditinjau adalah pada rencana pengembangan jaringan jalan tol lingkar paling luar Jakarta (JOORR) di kawasan Jabodetabek dengan masa analisis selama 30 tahun, dimulai tahun 2020 sampai dengan tahun 2050. Sebagai pendekatan model, perhitungan biaya operasi kendaraan pada model penentuan tarif tol Pemerintah menggunakan model BOK yang dikembangkan oleh PCI, sedangkan pada model penentuan tarif tol Optimum menggunakan model BOK yang dikembangkan oleh LAPI ITB. Untuk memprediksi permintaan perjalanan, kedua model penentuan tarif tol tersebut menggunakan program perangkat lunak SATURN. Pada model penentuan tarif tol Pemerintah digunakan modul SATASS (pembebanan in-elastis), sedangkan pada model penentuan tarif tol Optimum digunakan modul SATEASY (pembebanan elastis). Dari hasil analisis dengan skenario kenaikan tarif 7% per 2 tahun dan discount rate 10%, diperoleh disparitas besaran tarif tol dasar pada model penentuan tarif tol Pemerintah, yakni 17 % lebih besar dibandingkan dengan model penentuan tarif tol Optimum. Sedangkan hasil prediksi pengguna jalan tol JOORR hasil simulasi dengan metode pembebanan in-elastis relatif sama (disparitas kecil) dengan metode pembebanan elastis, yaitu 0,024% pada kondisi sebelum adanya kenaikan tarif tol dan 1,38% pada kondisi setelah adanya kenaikan tarif tol. Namun masa pengembalian investasi yang dianalisis dengan metode payback period diperoleh jangka waktu yang relatif sama, yaitu 21 tahun 3 bulan untuk model penentuan tarif tol Pemerintah dan 22 tahun 5 bulan untuk model penentuan tarif tol Optimum. Selanjutnya dengan menggunakan metode discounted payback diperoleh jangka waktu yang relatif sama pula, yakni 21 tahun 4 bulan untuk model penentuan tarif tol Pemerintah dan 22 tahun 6 bulan untuk model penentuan tarif tol Optimum, atau rata-rata selisih 1 tahun 2 bulan.