Digital Terrain Model (DTM) adalah metode terbaik untuk merepresentasikan bentuk tiga-dimensi dari permukaan tanah bagi keperluan penataan lanskap. Dalam penelitian ini, teknik pemetaan fotogrametri UAV digunakan untuk pembuatan DTM. Foto udara yang dihasilkan diolah dengan dua cara yang berbeda, yakni secara otomatis dan manual. Namun hasil pengolahan fotogrametri secara otomatis adalah DSM (Digital Surface Model) yang masih memiliki ketinggian bangunan dan vegetasi. Untuk menghilangkan ketinggian bangunan dan vegetasi pada DSM tersebut dilakukan proses filtering menggunakan dua metode yang berbeda yakni Simple Morphological Filter (SMRF) dengan perangkat lunak MATLAB dan DTM Filter-Slope Based dengan perangkat lunak SAGA-GIS. Pengolahan foto udara secara manual dilakukan dengan teknik spotheighting. Proses pembuatan DTM (spotheighting) dilakukan dengan dua perangkat lunak yang berbeda yakni Summit Evolution dan Leica Photogrammetry Suite.
Pada proses pengolahan otomatis Agisoft Photoscan dilakukan eksperimen dengan melakukan konfigurasi GCP 24 B, sehingga tidak semua GCP yang ada digunakan sebagai titik kontrol pada proses triangulasi udara otomatis. Pada konfigurasi GCP 24 B sebanyak 8 titik GCP dijadikan sebagai titik kontrol dan 9 titik GCP sisanya dijadikan sebagai checkpoint. Hasil akhir dari penelitian ini adalah enam buah DTM yang berbeda (DTM SMRF, DTM SMRF 24 B, DTM Slope, DTM Slope 24 B, DTM Summit & DTM LPS) kemudian dilakukan perbandingan (differencing) terhadap keenam DTM tersebut dengan pengamatan surface-to-surface dan point-to-point. Analisis dilakukan terhadap hasil pembandingan DTM tersebut serta hasil triangulasi udara. Dengan menggunakan DTM hasil pengolahan Summit Evolution (DTM Summit) sebagai referensi, didapat rata-rata perbedaan nilai ketinggian antara DTM Summit dengan DTM SMRF sebesar 6.154 m, DTM Summit dengan DTM SMRF 24 B sebesar 3.317, m DTM Summit dengan DTM Slope sebesar 6.495 m, DTM Summit dengan DTM Slope 24 B sebesar 4.576 m dan DTM Summit dengan DTM LPS sebesar 8,721 m.